Jika anda senang dengan Dunia Riyadloh ... ya di Pesantren ini lah tempatnya .....
Pesantren ini terkenal akan Riyadlohnya ....
Mari kita baca biografi KH. Yasin
Seluruh
Kehidupan Mbah Yasin dicurahkan untuk agama Islam, kehidupannya sederhana,
sikapnya egaliter (menganggap sama terhadap sesama) beliau lebih mengedepankan
nilai-nilai sufi dalam menjalankan aktifitasnya sehari-hari di desa Jekulo
kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus.
Nama asli mbah
Yasin adalah Mbah Sukandar, nama Yasin adalah nama baru setelah beliau pulang
dari haji. Mbah Yasin dilahirkan di desa Kajen Kecamatan Margoyoso Kabupaten
Pati, tanggal lahirnya tidak diketahui secara pasti. Nama ayahnya H. Amin, nama
Amin juga nama baru, sedangkan nama aslinya adalah Tasmin, dan ibunya bernama
Salamah.
Silsilah Mbah
Yasin secara lengkap adalah Sultan Hadiwijaya, kemudian Sunan Senopati, Sunan Mangkurat I
(Yogyakarta), Sunan Mangkurat II (Tegal Arum),
Haryo Condro Sumohadiningrat (Mbah Benowo
– Kuncen Pegandon Kendal), Haryo Condro Sumohadinegoro (Tuban), KH. Ahmad
Mutamakin (Kajen), Alfiyah (Mbah Godek – Kajen), Asiyah, Demang Waru, Muhammad
Wira`i (Kajen), Muhammad Shaleh (Kajen), Muhammad Ali (Kajen), H. Amin (Tasmin
– Kajen), H. Yasin (Sukandar).
Mbah Yasin
memiliki delapan saudara, tiga laki-laki dan lima perempuan, secara berurutan
saudara Mbah Yasin adalah : Ummi, Sulaiman, Halimah Sa`diyah, Zakaria,
Satariyah, Tangkirah, Sukandar (Mbah Yasin), Subadar (Mbah Badar), Shalihatun.
Pada masa
kanak-kanak beliau sudah menjadi yatim piatu. Ayah Mbah Yasin meninggal dunia
saat pergi haji ke Makkah dan dimakamkan di Robigh. Setelah ayah Mbah Yasin
meninggal dunia , beliau diangkat anak oleh Mbah Salam yaitu ayah Mbah Abdullah
Salam (Kajen). Setelah beranjak remaja
beliau menuntut ilmu pengetahuan agama Islam ke
berbagai pesantren, diantaranya Pesantren Sidogiri, yang pada saat itu diasuh oleh KH. Nawawi. Kemudian
Mbah Yasin muda juga pernah menuntut ilmu di
pesantren Bangkalan, pada saat itu
pengasuhnya adalah KH. Kholil (terkenal ahli ilmu Nahwu).
Selanjutnya beliau meniti ilmu ke sebuah Pesantren di Pekalongan yang pada saat itu diasuh oleh KH. Amir. Dan masih banyak lagi pesantren yang pernah disinggahi oleh Mbah Yasin untuk memperkuat khazanah keislaman beliau.
Selanjutnya beliau meniti ilmu ke sebuah Pesantren di Pekalongan yang pada saat itu diasuh oleh KH. Amir. Dan masih banyak lagi pesantren yang pernah disinggahi oleh Mbah Yasin untuk memperkuat khazanah keislaman beliau.
Sebagai manusia normal setelah beranjak dewasa Mbah Yasin juga berkeinginan mencari pendamping hidup. Mbah
Salam (orang tua angkat Mbah Yasin) tahu betul akan hal ini sehingga beliau mengenalkan
seorang wanita kepada Mbah Yasin untuk kemudian menikahkannya. Wanita itu bernama Muthi`ah
binti KH. Yasir. Muthi`ah dilahirkan di
desa Jekulo Kecamatan Jekulo
Kabupaten Kudus, tanggal kelahirannya tidak diketahui secara pasti, ibunya
bernama Munisih dan ayahnya bernama KH.
Yasir.
KH. Yasir
merupakan orang pertama yang mendirikan pesantren di Desa Jekulo, hal ini dapat
dibuktikan melalui pengakuan Mbah Abdullah Salam ( Kajen ), yang pernah mengaji
kitab Tafsir Munir pada masa KH. Yasir
di Jekulo. Akan tetapi pesantren yang didirikan oleh KH. Yasir kurang mendapat
perhatian generasi berikutnya, sehingga keberadaannya kurang diketahui
masyarakat secara umum. Oleh karena itu secara formal pesantren KH. Yasin.
Pernikahan Mbah
Yasin dengan ibu Muthi`ah dikaruniai empat orang anak, dua laki-laki dan dua
perempuan. Anak yang pertama adalah Nafisatun (Isteri KH. Muhammadun Pondowan
Pakis Tayu), K. Muhammad (Pengasuh Pondok Pesantren al-Qaumaniyah Jekulo
Kudus), Muslimah (Isteri KH. Hanafi Pengasuh Pondok Pesantren al-Hanafiyah
Jekulo Kudus), dan K. Sanusi (Pengasuh Pondok Pesantren al-Sanusiyah Jekulo
Kudus).
Seluruh kehidupan
Mbah Yasin dicurahkan untuk kepentingan agama Islam, kehidupannya sederhana,
sikapnya egaliter (menganggap sama terhadap sesama), beliau lebih mengedepankan
nilai-nilai sufi dalam menjalankan aktifitasnya sehari-hari di desa Jekulo
Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus.
Ketika berdomisili
di desa Jekulo Mbah Yasin berguru pada seorang sufi yang sangat luas ilmunya.
Guru tersebut bisa dikategorikan sebagai seorang waliyullah (kekasih Allah). Sang Guru bernama Mbah
Sanusi.
Akan tetapi hubungan beliau di dunia ini harus terputus, karena pada hari
Jum`at Kliwon tanggal 18 Syawal 1363 H./ 1939 M. Sang
guru pulang menghadap Allah swt. Mbah
Yasin benar-benar merasa kehilangan, mengingat Mbah Sanusi adalah orang yang
hebat dan dapat memberikan sinar terang dalam menyusuri kehidupan sufinya.
Disamping memiliki
seorang guru sufi yang hebat, Mbah Yasin juga memiliki teman dekat yang
sekaligus merupakan kakak iparnya (kakak laki-laki isteri Mbah Yasin) yang
bernama KH. Dahlan. Khazanah keilmuan beliau juga tak kalah luasnya. Hubungan keduanya begitu dekat,
karena disamping masih memiliki silsilah saudara,
mereka juga mempunyai kecocokan dalam pemahaman bidang ilmu
pengetahuan. Keduanya dianggap top figur pada masa
itu, meskipun ada tokoh-tokoh yang lain yang alim.
Mbah Yasin memiliki jasa yang sangat luas untuk membangun pencitraan masyarakat Jekulo yang religius.
Diantara jasa yang
telah diberikan Mbah Yasin kepada masyarakat Jekulo pada hususnya dan umat
Islam pada umumnya ialah berdirinya pesantren al-Qaumaniyah.
Pesantren al-Qaumaniyah
dulu dikenal dengan nama Pesantren
Bareng. Pesantren ini terletak di Desa Jekulo Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus
Jawa Tengah. Pesantren ini terbilang sebagai
pesantren kuno, mengingat pesantren ini didirikan pada tahun 1918 M. Sebuah pesantren klasik yang usianya
hamper seabad. Pembangunan
pesantren ini dilatarbelakangi karena banyaknya
anak-anak yang ingin menuntut ilmu agama (ngaji).
Melihat kenyataan
tersebut Mbah Sanusi (guru Mbah Yasin) menyarankan kepada Mbah Yasin untuk
membuat sebuah tempat khusus untuk belajar agama (ngaji). Dengan
senang hati Mbah Yasin menerima anjuran Mbah Sanusi tersebut. Sehingga pada
tahun 1918, dibangunlah pondok pesantren
al-Qaumaniyah.
Material bangunan pesantren, terdiri dari pohon bambu yang dimiliki Mbah
Sanusi untuk dijadikan dinding bangunan pesantren. Mbah Sanusi
memerintahkan mengambil pohon bambu miliknya. Setelah ada perintah tersebut, H. Abdul Hamid dibantu dengan santri
yang lain mengambil dan menganyam bambu milik Mbah Sanusi tersebut. Sebagai
catatan, H.Abdul Hamid adalah orang yang pertama menjadi bilal di Masjid
Jekulo Kauman (Masjid Baitussalam : sekarang).
Karena pada waktu
itu belum begitu banyak santri yang
belajar, sehingga belum secara resmi dianggap sebagai pesantren. Pesantren
al-Qaumaniyah baru secara resmi berdiri sebagai pesantren pada tahun 1923 M.
Nama al-Qaumaniyah
sebenarnya adalah nama yang hanya untuk memudahkan pembaca, karena pada masa
Mbah Yasin, pesantren ini belum diberi nama. Walaupun demikian para santri
pada waktu itu menyebutnya dengan nama “Pondok Bareng”.
Secara historis
(sejarah) nama pondok Bareng melekat dikarenakan konon setiap
santri yang berasal dari luar kota yang hendak kembali ke pesantren, menggunakan
jasa angkutan kereta api mengingat pada saat itu kendaraan umum masih jarang. Ketika hendak sampai ke tujuan kemudian turun selalu menyebut nama Bareng, karena secara kebetulan stasiun
(tempat pemberhentian kereta api), masuk wilayah Dukuh
Bareng,
Desa Hadipolo. Akhirnya melalui kebiasaan
tersebut para santri menyebut nama pesantren Mbah Yasin waktu itu dengan nama Pesantren
Bareng.
Tidak beberapa
lama setelah Mbah Yasin secara resmi mendirikan pesantren, banyak santri
berdatangan . pada saat itu santri yang menetap
di pesantren rata-rata sudah cukup dewasa dan keilmuannya sudah cukup
tinggi, baik dalam ilmu alat maupun ilmu lainnya. Tidak jarang santri yang
sudah menjadi tokoh masyarakat di daerahnya masih menyempatkan diri untuk tabarrukan (ngalap berkah).
Mulai tahun
1918 M. sampai pada tahun 1953 M. Mbah
Yasin disamping ngajar kitab kuning juga
memberi ijazah kepada para santri, diantara ijazah andalannya adalah ijazah
Tapel Adam, sehingga pesantren
al-Qaumaniyah terkenal dengan pesantren Riyadloh.
Menurut para
santri yang sekarang masih hidup seperti KH. Ahmad Basyir dan para kiyai
lainnya, masa dahulu ketika mereka berada di pesantren tidak bolah makanan yang
serba enak dan sehari-harinya diperintahkan puasa riyadloh baik dengan cara nyireh (tidak boleh makan
makanan yang ada nyawanya) maupun dengan cara muteh (hanya makan nasi
putih dan air putih). Bahkan pada saat menjalani riyadloh Mbah Yasin menunggui
sendiri para santrinya yang sedang membaca wirid atau berdzikir di masjid. Para
santri yang sedang menjalani puasa ajian Tapel Adam dengan memakai pakaian ihram putih-putih membuat suasana mirip musim haji di Makkah.
Bukti di atas
menunjukkan bahwa pesantren al-Qaumaniyah memiliki spesifikasi (ciri khas)
pesantren riyadloh, dan tentunya ciri
khas tersebut tidak melupakan tujuan esensi pesantren yakni mengkaji ilmu
agama. Setelah Mbah Yasin mengajar santri kira-kira selama tiga puluh lima
tahun, tepatnya pada hari Rabu Pon tanggal 30 Desember 1953 M. / 23 Rabi`ul
Akhir 1373 H. Beliau wafat.
Setelah Mbah
Yasin wafat, pesantren al-Qaumaniyah diteruskan oleh K. Muhammad, dan pada saat
inilah pemberian nama pesantren yang dahulunya hanya dikenal dengan pesantren
Bareng, maka K. Muhammad memiliki inisiatif untuk memberi nama, agar pesantren
ini mudah diingat orang maka pada tahun 1979, pesantren
ini diberi nama al-Qaumaniyah. Nama ini dinisbatkan pada nama dukuh Kauman yang
merupakan bagian dari beberapa dukuh yang ada di desa Jekulo.
Sejak saat ini
pesantren Bareng lebih dikenal dengan nama pesantren al-Qaumaniyah. Sekalipun
pesantren ini boleh dibilang kecil, karena jumlah santri yang tidak pernah
melebihi angka tiga ratus, namun sudah mencetak beberapa ulama terkenal di
seantero bumi nusantara, diantaranya adalah KH. Muhammadun (Pondowan Pakis tayu
Pati), KH. Hambali (Kudus), KH. Makmun (Kudus), Habib Muhsin (Pemalang), KH.
Zain (Cebolek Margoyoso Pati), KH. Hanafi (Kudus), KH. Ahmad Basir (Kudus), KH.
Sholeh (Kalisari Sayung Demak) dan masih banyak ulama-ulama lain yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Demikian
selintas sejarah biografi Mbah Yasin dan pondok pesantren al-Qaumaniyah. Semoga bermanfaat dan memperluas khazanah
pengetahuan kita dan juga memberi gambaran kita untuk meneladani kearifan-kearifan
beliau.
Oleh: KH. M. Mujib, S. Ag, MM.
Pengasuh Utama Ponpes Al Qaumaniyah Jekulo
(sumber : KH. M. Mujib bin K. Muhammad).
Sumber: http://santriqaumaniyah.blogspot.com/
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan pesan disini