TIGA KIAI YANG NAMANYA "HARUM"
Di Banten sebenarnya banyak kiai yang 'alim. Adapun
alasan mengapa hanya tiga kiai yang akan selintas disinggung ihwalnya berikut
ini adalah karena nama mereka banyak “menyita” perhatian masyarakat dan para
santri. Ketiga kiai itu adalah:
- Abuya Dimyathi (Cidahu)
- Abuya Busthomi (Cisantri),
- Kiai Munfasir (Cihomas).
Sudah diketahui umum bila di Banten banyak sekali kiai. Akan
tetapi, ketika nyantri di sana, saya hanya mendengar dua orang di antara kiai-kiai
tersebut yang oleh masyarakat dipanggil dengan sebutan Abuya. Keduanya adalah
Abuya Dimyathi dan Abuya Busthomi (sebelum dua “Abuya” ini, yang masyhur dengan
sebutan Abuya adalah seorang ulama yang lebih menonjol dengan ilmu-ilmu
alatnya, pemilik Sanad Alfiah Ibnu
Malik dari “3 Kiai Kholil” yang juga terkenal karena memiliki banyak karomah. Dia adalah Abuya Sanca).
Tentang Abuya Dimyathi, biarlah kita bahas sendiri lebih rinci
nanti. Sedangkan tentang Abuya Busthomi, dia adalah ulama yang kalamnya runtut,
banyak memberikan “wejangan” sampai ke pelosok-pelosok kampung, dan menjadi
sesepuh di Pesantren Cisantri. Di akhir hayatnya, dia lebih banyak istiqamah
beribadah karena kesehatan yang tak memungkinkan untuk sibuk dalam aktivitas
sosial.
Kiai ketiga yang juga harum namanya, yang mungkin agak fenomenal,
adalah Kiai Munfasir. Dia adalah salah satu sosok kiai dengan pesona wajah yang
begitu ramah, santun dalam gaya bahasa, dan mem-praktikkan jalan kesufian
secara ketat. Menantu Kiai Abbas (Buntet) ini, di awal-awal “jalan” lebih
banyak mengenyam pendidikan umum. Akan tetapi, setelah dekat dan nyantri
(“sowan”) kepada para ulama, akhir- nya dia menemukan “karakter” dan
“kelezatan” dalam jalan kezuhudan.
Pondok Kiai Munfasir ini lebih mirip dengan “pesantren thariqah”
di mana yang diperbolehkan menginap menjadi santri haruslah memenuhi beberapa syarat
tertentu terlebih dahulu. Di antaranya, (1) mereka harus puasa 11 hari yang
buka dan sahurnya hanya dengan air putih, (2) mengambil makan dari kebun
sendiri, (3) tidak makan dari sesuatu yang tidak diketahui kehalalannya,
termasuk dalam hal ini adalah “produk- produk kapitalisme” semisal mie instan.
Karya: H. Murtadho Hadi