Pidato Pengukuhan Kepengurusan PBNU
Periode 2015-2020
Oleh Ketua Umum PBNU Prof. Dr. KH. Said
Aqil Siroj
Sumber: http://www.nu.or.id/
Hadirin yang dirahmati Allah,
Islam menegaskan tentang pentingnya
organisasi, jam’iyyah yang mampu menghadirkan kemaslahatan ummat. Menyatukan
komitmen untuk menegakkan maslahat, merupakan tujuan dari ibadah sosial yang
diserukan Islam.
لَا
خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ
مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ
Tidak ada kebaikan, pada kebanyakan
pembicaraan-pembicaraan rahasia mereka, kecuali untuk menyuruh manusia memberi
sedekah, atau menghadirkan kebaikan, atau mengupayakan perdamaian antara umat
manusia (QS, An-Nisa: 114).
Islam menyerukan pentingnya menghadirkan
kemaslahatan umat sebagai wujud dari peran penting kaum muslim. Kita
menyelenggarakan diskusi, rapat, musyawarah maupun berorganisasi, tidak ada
baiknya di hadapan Allah, kecuali dengan tiga hal:
Pertama, أَمَرَ
بِصَدَقَة. Islam menyerukan komitmen warga muslim untuk bersama-sama
mengentaskan kemiskinan. Harakah islamiyyah (gerakan keislaman) perlu
difokuskan untuk menghadirkan kesejahteraan. Kemiskinan akan mendorong umat menjadi
lemah, dekat dengan kekufuran. Indonesia sebenarnya kaya raya, dikenal sebagai
negeri zamrud khatulistiwa, yang di dalamnya terdapat pelbagai kekayaan alam;
ragam fauna, tumbuhan, mutiara-mutiara hingga material tambang di perut bumi.
Inilah yang harus dikelola sebagai kekayaan bangsa.
يقول
الرسول صلى الله عليه وسلم الناس شركاء في ثلاث الماء والكلأ والنار
“Rasulullah bersabda, ada tiga sumber
energi yang menjadi milik bersama, yakni air, api dan hutan.”
Tentu saja, sabda Rasulullah ini harus
menjadi inspirasi bagi kita semua untuk menegakkan bangsa yang berdaulat.
Kedaulatan politik, ekonomi dan kebudayaan memerlukan komitmen kedaulatan
energi. Sumber air yang melimpah, mutlak untuk kesejahteraan rakyat. Kekayaan
minyak dan bahan tambang, harus menjadi sumber kedaulatan energi. Hutan-hutan
yang luas, wajib dikelola untuk kemaslahatan bangsa ini. Dari kekayaan melimpah
di negeri ini, ternyata masih banyak warga yang miskin. Tidak hanya miskin
harta, namun juga miskin mental. Untuk itu, perlu ada dorongan sekaligus
kebijakan untuk membuka lapangan kerja yang luas, yang memberi kesempatan bagi
kader terbaik bangsa ini. Pembenahan mental mutlak dilakukan, agar kita mampu
berkarya dan berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain.
Rumusan dasar negara, dalam Pasal 33 UUD
1945 mengingatkan kita tentang betapa pentingnya energi sebagai modal untuk menyejahterakan
rakyat. Intinya, bukan hanya pertumbuhan ekonomi yang dikejar, akan tetapi yang
lebih penting adalah pemerataan kesejahteraan. Pada titik ini, kebijakan
strategis pemerintah menjadi kuncinya.
Kalau prinsip kepemimpinan dan tujuan
kesejahteraan rakyat tidak sejalan-beriringan, maka ancamannya adalah kerusakan
di segala bidang, yang menimbulkan murka dari Sang Pencipta Jagad Raya, Allah
Subhanahu wata’ala.
وَلَوِ
اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَن
فِيهِنَّبَلْ أَتَيْنَاهُم بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَن ذِكْرِهِم مُّعْرِضُون
Kalau sekiranya kebenaran tunduk kepada
kehendak hawa nafsu mereka, niscaya rusaklah semua langit dan bumi dan segala
apa yang ada di dalamnya. Bahkan Kami berikan kepada mereka itu al-Quran untuk
kehormatan sebutan mereka, namun mereka tetap berpaling dari kehormatan itu
(QS: Al-Mu’minun: 71).
Hadirian sekalian, yang berlimpah
Berkah
Kedua, أَوْ
مَعْرُوف. Kebaikan-kebaikan yang menghadirkan harapan. Islam menegaskan
tentang pentingnya pengetahuan untuk membangun peradaban. NU berkomitmen untuk
terus mengabdi dalam mencerdaskan bangsa dan menyehatkan warga. Dalam hal ini,
sudah berlangsung di pelbagai penjuru negeri, pendirian Universitas-Universitas
Nahdlatul Ulama, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Rumah Sakit yang menjadi
bukti kongkret kiprah NU.
Komitmen untuk menghadirkan kecerdasan,
hanya dapat tercapai dengan jalan ketaqwaan. Revolusi mental bangsa hanya dapat
digapai dengan moral dan keteladanan. Gerakan mencerdaskan otak, menyegarkan
mental, dan menjernihkan hati, akan mendorong lahirnya individu yang shalih,
sekaligus juga masyarakat yang shalih. Bangsa yang paling mulia di hadapan
Allah, ialah bangsa yang bertaqwa.
وَجَعَلْنَاكُمْ
شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“…. dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di
antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al
Hujurat: 13)
Ketaqwaan inilah yang menjadi inspirasi
bagi kalbu dan penjernih pikiran. Gerakan intelektual dan strategi kedaulatan,
haruslah diiringi dengan kejernihan hati, kecerdasan moral, dan keteguhan
mental. Allah menjanjikan derajat yang tinggi, maqaaman mahmuuda, bagi
orang-orang dan bangsa yang memiliki keunggulan pengetahuan.
يَرْفَعِ
اللهُ الَّذِيْنَ اَمَنُوْا مِنْكُمْ وَ الَّذِيْنَ اُوْتُوْا الْعِلْمَ دَرَجَتٍ
Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu, dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS: Al-Mujaadalah:
11)
Upaya mencerdaskan generasi bangsa, adalah
tugas strategis yang menjadi darma bakti warga nahdliyyin. Sejarah panjang
hadirnya pesantren di negeri ini, menjadi penanda betapa kiai terdahulu sudah
berkiprah dalam membangun pengetahuan dan kesejahteraan masyarakat. Islam tidak
hanya memikirkan aspek teologi maupun ritual semata. Al-islamu dinul tsaqofah
wal hadharah wal insaniyyah. Islam adalah agama yang membangun pengetahuan,
peradaban dan kemanusiaan. Mencerdaskan bangsa, sekaligus menyehatkan fisik dan
mentalnya, tubuh dan jiwanya, merupakan komitmen bersama yang digariskan NU,
sebagaimana teladan dari para kiai pendiri organisasi ini.
Tentu saja, pemerintah tidak mungkin
menangani semua aspek dalam kehidupan warga negeri ini. NU sebagai jama’ah
(komunitas) sekaligus jam’iyyah (organisasi) berkomitmen untuk membantu
mencerdaskan warga negeri ini, agar mampu meraih kesejahteraan. Komitmen kami,
terbukti dalam bidang pendidikan serta ekonomi kerakyatan.
Ketiga, أَوْ
إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ. Menjadi jembatan islah, rekonsiliasi
antar masyarakat. Islam mengajarkan tentang pentingnya maslahah ‘ammah,
kemaslahatan bagi seluruh umat manusia. NU telah membuktikan, dalam sejarah
panjangnya, sebagai mediator dalam konflik-konflik kemanusiaan, maupun sengketa
kebangsaan. Hadratus Syaikh Hasyim Asy’arie, Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Wahid
Hasyim, dan beberapa kiai NU lainnya, selalu menjadi penengah dalam situasi
konflik.
Kiai Hasyim Asy’arie menjadi pejuang
sekaligus penengah di awal masa kemerdekaan bangsa ini. Beliau dengan ikhlas
memberikan tongkat kepemimpinan negara kepada Soekarno, yang ia beri
restu untuk mengawal NKRI. Kiai Wahab Chasbullah menjadi mediator dalam himpitan
kolonial, untuk memperjuangkan kepentingan warga negara Indonesia. Kiai Wahid
Hasyim, menjadi jembatan aspirasi antar kelompok, dalam masa awal kemerdekaan
republik ini. Kiai-kiai lain juga berperan untuk tujuan yang sama, dalam ruang
dan peran yang berbeda-beda. Tentu, dalam konteks sekarang, NU hadir sebagai
mediator untuk menjaga kesatuan bangsa dan mengukuhkan NKRI, bahkan juga dalam
sengketa agama dan kemanusiaan di dunia internasional.
NU tanpa pretensi politik praktis, selalu
berperan menjadi perekat bangsa, mengawal utuhnya NKRI. Kiranya, jelas rumusan
kebangsaan yang dapat menjadi referensi, sebagaimana termaktub dalam PBNU:
Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945. Untuk itu, NU sekali lagi
menyerukan kepada pemerintah untuk berpegang kepada konstitusi, teguh pada
dasar negara.
تصرف
الإمام على الرعية منوط بالمصلحة
“Kebijakan
seorang pemimpin mestilah merujuk pada kemaslahatan bersama.”
Konsep kepemimpinan ini bermakna
substansial, sesuai dengan kaidah fiqh as-siyasah, yang tercermin dalam kitab
al-Asybah wa an-Nadhair. Pemimpin mestilah berpegang pada prinsip untuk
mensejahterakan rakyatnya, menyebar optimisme dan menghadirkan teladan
kebaikan.
Nahdlatul Ulama selalu berkomitmen untuk
mengawal negara, agar tidak terpecah belah dalam kepentingan rasial, etnik
maupun manuver-manuver politik kelompok tertentu. Dalam sejarah Nahdlatul Ulama
menjelang Satu Abad ini, organisasi ini bergerak dalam bidang-bidang strategis
yang menghadirkan kemaslahatan untuk umat.
Jakarta, 5 September 2015
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan pesan disini