“Kampung kebanjiran Kiai, jadi kami terpaksa bubar untuk menyelamatkan diri, tapi kiai tampak sedang khusyu sekali, kami kesulitan untuk mengingatkan Kiai,” jelas salah satu warga
“Loh, hujannya kapan? Tiba-tiba langsung banjir saja,” tanya Mbah Said terheran-heran.
Aghust Muhaimin menambahkan, cerita tentang kekhusyuan shalat Mbah Sa’id ini merupakan sebagian kecil dari pelbagai kisah yang sampai sekarang masih terasa lekat di hati masyarakat Gedongan. Masih terdapat banyak kisah lain yang sebenarnya mengandung amanat dan pesan yang baik bagi masyarakat dan keluarga besar pesantren.
“Kisah tersebut sudah saya konfirmasikan ke pengasuh pondok, KH Amin Siroj, beliau juga menyebutkan kisah-kisah lain yang juga penting untuk dipelajari pesan dan amanatnya,” pungkas pria yang kerap disapa Kang Aghust tersebut. Kamis (9/5).
Selain tentang kisah kekhusyuan shalat Mbah Said, masyarakat juga mencatat kisah-kisah lain yang juga terbilang menarik, diantaranya adalah kemampuan Mbah Said untuk memberhentikan kereta api jurusan Surabaya-Jakarta yang melintas ke tengah pesantren saat digelarnya pasar santri, serta kisah tentang pembuatan sumur kramat yang dilakukan oleh Mbah Said sendiri di beberapa pesantren, seperti di pesantren Babakan Ciwaringin, Cirebon dan Krapyak, Yogyakarta.
KH Muhammad Said yang telah berjasa mendirikan pesantren Gedongan Cirebon pada tahun 1880 ini diperingati haulnya pada hari Sabtu, 11 Mei 2013. (Sobih Adnan)
Sumber:http://www.nu.or.id/
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan pesan disini