Imam Syafi'i dan Cinta Ahlul-Bait
Cinta yang banyak meneteskan air
mata itu tak sedahsyat cinta mati-nya Imam Syafi'i kepada Ahlul-Bait.
Cinta buta sang imam itu telah membuat air mata hatinya semakin deras
bercucuran, dan tak henti-hentinya membisikkan "Ooohhh" dalam
sanubarinya.
Cinta penuh misteri itu telah menjadi warisan misterius
dari generasi ke generasi. Ia tak dapat dicari bahkan tak mudah
dimengerti. Ia hanyalah anugerah termahal bagi mereka yang benar-benar
berhati. Tidak dapat dibayangkan, cinta itu mampu menembus seluruh
langit sampai ke titik final. Karunia cinta itu mampu menyatukan masa
depan dan masa silam dalam satu waktu yang tak lagi mengenal zaman.
Limpahan cinta itu laksana musim semi yang menerangi hati. Ia tak lekang
oleh panas dan tak lapuh oleh terpaan angin hujan.
Tiada harapan yang terdetak dari sosok Imam Syafi'i melainkan Ahlul-Bait. Harapan tak berujung itu senantiasa bersenandung dan mengibarkan sayapnya, terbang menuju angkasa bersama bintang-bintang yang semakin menyipratkan sinarannya, seraya mengumandangkan "Ooohhh... Ooohhh". Ia tak tahu kata apa yang pantas untuk mengekspresikan rasa yang ada, rasa yang semakin menyala-nyala, rasa yang tak kenal sebabnya, rasa yang dipercikkan oleh tinta beningnya, dan rasa yang terungkap oleh segenggam kebisuannya. Apakah cinta itu suci dan sejati? ataukah hampa dan sekedar ilusi? Setertutup itukah kau, Imam Syafi'i?!
Ketergila-gilaan Imam Syafi'i terhadap Ahlul-Bait telah menjerumuskan sekelompok orang kedalam lubang penyesatan. Tanpa perasaan sedikitpun, kelompok itu menyesatkan (menuduh sesat) Imam Syafi'i dan menggolongkannya dalam komunitas Rafidlah. Sekali lagi, Imam Syafi'i terlanjur gila kepada Ahlul-Bait. Ia hanya merespon mereka dengan sahutan halus namun begitu kencang: "Bila cinta Ahlul-Bait dinilai Rafidhah, maka bersaksilah hai segenap manusia dan jin, bahwa aku bersedia dikatakan Rafidhah !!!". Ia tak perduli nama ataupun merek, karena ia sebatas ingin bercinta dan bercinta.
Di waktu lain, Imam Syafi'i masih saja dianggap berlebihan mencintai Ahlul-Bait. Ia dituduh melakukan sekaligus meneladankan bid'ah. Namun lagi-lagi, ia terlanjur jatuh dan terjatuh, jatuh cinta kepada Ahlul-Bait.
Tiada harapan yang terdetak dari sosok Imam Syafi'i melainkan Ahlul-Bait. Harapan tak berujung itu senantiasa bersenandung dan mengibarkan sayapnya, terbang menuju angkasa bersama bintang-bintang yang semakin menyipratkan sinarannya, seraya mengumandangkan "Ooohhh... Ooohhh". Ia tak tahu kata apa yang pantas untuk mengekspresikan rasa yang ada, rasa yang semakin menyala-nyala, rasa yang tak kenal sebabnya, rasa yang dipercikkan oleh tinta beningnya, dan rasa yang terungkap oleh segenggam kebisuannya. Apakah cinta itu suci dan sejati? ataukah hampa dan sekedar ilusi? Setertutup itukah kau, Imam Syafi'i?!
Ketergila-gilaan Imam Syafi'i terhadap Ahlul-Bait telah menjerumuskan sekelompok orang kedalam lubang penyesatan. Tanpa perasaan sedikitpun, kelompok itu menyesatkan (menuduh sesat) Imam Syafi'i dan menggolongkannya dalam komunitas Rafidlah. Sekali lagi, Imam Syafi'i terlanjur gila kepada Ahlul-Bait. Ia hanya merespon mereka dengan sahutan halus namun begitu kencang: "Bila cinta Ahlul-Bait dinilai Rafidhah, maka bersaksilah hai segenap manusia dan jin, bahwa aku bersedia dikatakan Rafidhah !!!". Ia tak perduli nama ataupun merek, karena ia sebatas ingin bercinta dan bercinta.
Di waktu lain, Imam Syafi'i masih saja dianggap berlebihan mencintai Ahlul-Bait. Ia dituduh melakukan sekaligus meneladankan bid'ah. Namun lagi-lagi, ia terlanjur jatuh dan terjatuh, jatuh cinta kepada Ahlul-Bait.
Imam Syafi'i justru membalas: "Bila cinta
Ahlul-Bait dinilai bid'ah, maka cukuplah bid'ah itu sebagai bekalku
seumur hidup !!!". Di waktu lain pun ia masih bertahan dan bersaksi:
"Bila cinta Ahlul-Bait dinilai dosa, maka aku tidak akan pernah bertobat
dari dosa itu !!!".
Penulis semakin menganga dan terheran-heran,
kiranya pembaca pun demikian. Ada apa dengan cinta Ahlul-Bait?!
Tanda tanya itupun terjawab oleh imam yang sama, imam yang semakin tergila-gila oleh keluarga Baginda. Imam Syafi'i -dengan hati melayang- melantunkan pernyataan sekaligus seruannya: "Hai Ahlul-Bait, mencintaimu adalah kewajiban umat. Itulah ketetapan Allah dalam al-Qur'an-Nya. Cukuplah sebagai tanda keagunganmu; tidak akan pernah diterima sholat seseorang yang enggan berselawat kepadamu !!".
Terlepas dari identitas dan biografi Imam Syafi'i -yang sudah tidak asing lagi di hati-, Ahlul-Bait adalah perahu keselamatan umat. Cinta Ahlul-Bait adalah agama Islam sepenuhnya. Cinta Ahlul-Bait adalah kunci rahmah dan barokah Allah. Cinta Ahlul-Bait adalah segala-galanya! al-Qur'an dan al-Sunnah pun telah dipenuhi pelbagai himbauan dan seruan kepada cinta Ahlul-Bait, tiada lain karena cinta Ahlul-Bait mengandung rahasia dan satu-satunya khasiat yang luar biasa, namun hanya sanggup dirasa oleh sang pecandunya; pecandu yang kenal siapa Ahlul-Bait sebenarnya, pecandu yang cintanya natural tanpa direkayasa, pecandu yang membuktikan cintanya dengan ketaatan yang nyata, pecandu yang mengekspresikan cintanya dengan segala macam cara, pecandu yang beraqidah benar dan tidak melampaui batas-batasnya.
Akhirnya, tiada kata seindah doa. Ya Allah... karuniailah kami cinta Ahlul-Bait... Amien!
Tanda tanya itupun terjawab oleh imam yang sama, imam yang semakin tergila-gila oleh keluarga Baginda. Imam Syafi'i -dengan hati melayang- melantunkan pernyataan sekaligus seruannya: "Hai Ahlul-Bait, mencintaimu adalah kewajiban umat. Itulah ketetapan Allah dalam al-Qur'an-Nya. Cukuplah sebagai tanda keagunganmu; tidak akan pernah diterima sholat seseorang yang enggan berselawat kepadamu !!".
Terlepas dari identitas dan biografi Imam Syafi'i -yang sudah tidak asing lagi di hati-, Ahlul-Bait adalah perahu keselamatan umat. Cinta Ahlul-Bait adalah agama Islam sepenuhnya. Cinta Ahlul-Bait adalah kunci rahmah dan barokah Allah. Cinta Ahlul-Bait adalah segala-galanya! al-Qur'an dan al-Sunnah pun telah dipenuhi pelbagai himbauan dan seruan kepada cinta Ahlul-Bait, tiada lain karena cinta Ahlul-Bait mengandung rahasia dan satu-satunya khasiat yang luar biasa, namun hanya sanggup dirasa oleh sang pecandunya; pecandu yang kenal siapa Ahlul-Bait sebenarnya, pecandu yang cintanya natural tanpa direkayasa, pecandu yang membuktikan cintanya dengan ketaatan yang nyata, pecandu yang mengekspresikan cintanya dengan segala macam cara, pecandu yang beraqidah benar dan tidak melampaui batas-batasnya.
Akhirnya, tiada kata seindah doa. Ya Allah... karuniailah kami cinta Ahlul-Bait... Amien!
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan pesan disini