Habib
Muhammad bin Husein al-Aydrus
Pewaris
Rahasia Imam Ali Zainal Abidin
Al-Habib Muhammad bin Husein
al-Aydrus lahir di kota Tarim Hadramaut. Kewalian dan sir beliau tidak begitu
tampak di kalangan orang awam. Namun di kalangan kaum ‘arifin billah derajat
dan karomah beliau sudah bukan hal yang asing lagi, karena memang beliau
sendiri lebih sering bermuamalah dan berinteraksi dengan mereka.
Sejak
kecil habib Muhammad dididik dan diasuh secara langsung oleh ayah beliau
sendiri al-’Arifbillah Habib Husein bin Zainal Abidin al-Aydrus. Setelah
usianya dianggap cukup matang oleh ayahnya, beliau al-Habib Muhammad dengan
keyakinan yang kuat kepada Allah SWT merantau ke Singapura.
Bukankah
bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu? (Q.S an-
Nisa’:97)
Setelah
merantau ke Singapura, beliau pindah ke Palembang, Sumatera Selatan. Di kota
ini beliau menikah dan dikaruniai seorang putri. Dari Palembang, beliau
melanjutkan perantauannya ke Pekalongan, Jawa Tengah, sebuah kota yang menjadi
saksi bisu pertemuan beliau untuk pertama kalinya dengan al-Imam Quthb al-Habib
Abu Bakar bin Muhammad as-Seggaf, Gresik. Di Pekalongan jugalah beliau
seringkali mendampingi Habib Ahmad bin Tholib al-Atthos.
Dari Pekalongan beliau pidah
ke Surabaya tempat Habib Musthafa al-Aydrus yang tidak lain adalah pamannya tinggal. Seorang penyair, al-Hariri pernah
mengatakan:
"Cintailah negeri-negeri mana
saja yang menyenangkan bagimu dan jadikanlah (negeri itu) tempat tinggalmu"
Akhirnya beliau memutuskan untuk tinggal bersama pamannya di Surabaya, yang
waktu itu terkenal di kalangan masyarakat Hadramaut sebagai tempat berkumpulnya
para auliaillah. Di antaranya adalah Habib Muhammad bin Ahmad al- Muhdor, Habib
Muhammad bin Idrus al-Habsyi, Habib Abu Bakar bin Umar bin Yahya
dan masih banyak lagi para habaib yang mengharumkan nama kota Surabaya waktu
itu. Selama menetap di Surabaya pun Habib Muhammad al-Aydrus masih suka
berziarah, terutama ke kota Tuban dan Kudus selama 1-2 bulan.
Dikatakan bahwa para sayyid
dari keluarga Zainal Abidin
(keluarga ayah Habib Muhammad) adalah para
sayyid dari Bani ‘Alawy yang terpilih dan terbaik karena mereka mewarisi asrar
(rahasia-rahasia). Mulai dari ayah, kakek sampai kakek-kakek buyut beliau
tampak jelas bahwa mereka mempunyai maqam di sisi Allah SWT. Mereka adalah
pakar-pakar ilmu tashawuf dan adab yang telah menyelami ilmu ma’rifatullah,
sehingga patut bagi kita untuk menjadikan beliau-beliau sebagai figur teladan.
Diriwayatkan dari sebuah
kitab manaqib keluarga al-Habib Zainal Abidin mempunyai
beberapa karangan yang kandungan isinya mampu memenuhi 10 gudang kitab-kitab
ilmu ma’qul/manqul sekaligus ilmu-ilmu furu’ (cabang) maupun ushul (inti) yang
ditulis berdasarkan dalil-dalil jelas yang hasilnya dapat dipertanggungjawabkan
sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh para pakar dan ahli (para ashlafuna
ash-sholihin).
Habib Muhammad al-Aydrus
adalah tipe orang yang pendiam, sedikit makan dan tidur. Setiap orang yang
berziarah kepada beliau pasti merasa nyaman dan senang karena memandang wajah
beliau yang ceria dengan pancaran nur (cahaya). Setiap waktu beliau gunakan
untuk selalu berdzikir dan bersholawat kepada datuk beliau Rasulullah SAW. Beliau juga gemar memenuhi
undangan kaum fakir miskin.
Setiap pembicaraan yang keluar dari mulut beliau selalu bernilai
kebenaran-kebenaran sekalipun pahit akibatnya. Tak seorangpun dari kaum
muslimin yang beliau khianati, apalagi dianiaya.
Setiap hari jam 10 pagi
hingga dzuhur beliau selalu menyempatkan untuk openhouse menjamu para tamu yang
datang dari segala penjuru kota, bahkan ada sebagian dari mancanegara.
Sedangkan waktu antara maghrib sampai isya’ beliau pergunakan untuk
menelaah kitab-kitab yang
menceritakan perjalanan kaum salaf. Setiap malam Jum’at beliau mengadakan
pembacaan Burdah bersama para jamaahnya.
Beliau al-Habib Muhammad
al-Aydrus adalah pewaris karateristik Imam Ali Zainal Abidin yang haliyah-nya
agung dan sangat mulia. Beliau juga memiliki maqam tinggi yang jarang diwariskan kepada generasi-generasi penerusnya.
Dalam hal ini al-Imam Abdullah bin
Alwi al-Haddad telah menyifati mereka dalam untaian syairnya:
Mereka tetap dalam jejak Nabi
dan sahabat-sahabatnya Juga para tabi’in. Maka tanyakan kepadanya dan ikutilah
jejaknya. Mereka menelusuri jalan menuju kemulyaan dan ketinggian Setapak demi
setapak (mereka telusuri) dengan kegigihan dan kesungguhan
Diantara mujahadah beliau r.a, selama 7 tahun berpuasa dan
tidak berbuka kecuali hanya dengan 7 butir kurma. Pernah juga beliau selama 1
tahun tidak makan kecuali 5 mud saja. Beliau pernah berkata, “Di masa permulaan
aku gemar menelaah kitab-kitab tasawuf. Aku juga senantiasa menguji nafsuku ini
dengan meniru perjuangan mereka (kaum salaf) yang tersurat dalam kitab-kitab itu”
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan pesan disini