Berikut ini adalah keterangan dari Syaikh Ibnu Qayyim al-Jauzi-yah (Kitab al-Ruh, hlm. 8), yang menjelaskan tentang ziarah.
- Mayit yang diziarahi dapat mengenal dan mengetahui persis siapa yang sedang berziarah kepadanya, sebagaimana riwayat dari Ibn 'Abdi Bar.
- Disunnahkan ketika menziarahi mayit, menyebut atau memanggil namanya dan memberikan salam kepadanya (diambil dari hadits Shahih al-Bukhari, no. 4026; Shahih Muslim, no. 5120; Musnad Ahmad, no. 177, 4718, 5870, 11582, 12014, 13274. 13551,15763).
- Memberikan salam kepada ahli kubur, berarti sama halnya dengan memberikan salam kepada orang yang mendengar dan berakal.
- Ulama salaf telah sepakat bahwa orang yang mati yang diziarahi akan mengetahui secara pasti siapa yang menziarahi dan merasa senang.
- Kunjungan dan kedatangan orang hidup kepada yang sudah mati dan dikuburkan juga disebut sebagai ziarah.
Berdasar keterangan Imam Ibn Qayyim tersebut jelas bahwa:
- Seseorang yang melakukan ziarah kubur, hakekatnya adalah: yang hidup melakukan kunjungan kepada yang sudah meninggal.
- Kedua belah pihak sebenarnya saling mengadakan kontak komunikasi dan saling dialog langsung dengan cara mengundang nama dan memberikan salam kepada yang sudah mati.
- Hanya saja peziarah tidak mendengar apa yang didialogkan oleh yang diziarahi, dan hanya didengar oleh makhluk selain manusia, yang frekuensi pendengarannya lebih rendah.
- Namun jelas, bahwa yang diziarahi merasa senang dan gembira atas ziarah orang yang hidup.
- Tidak ada perbedaan dalam memberi salam, baik kepada yang hidup maupun yang sudah mati.
- Dengan memanggil nama dan memberi salam, berarti Nabi mengajarkan kepada kita bahwa hakekatnya orang yang sudah meninggal masih tetap ada, hidup dan berakal Tentu hanya karena sudah berbeda alam, sebagaimana perbedaan bayi dalam kandungan dengan manusia yang sudah lahir ke dunia, demikian pula antara yang hidup di dunia dengan yang sudah meninggal dan dikuburkan, berada di ambang alam akhirat.
- Orang yang sudah dikubur tetap mengenal yang menziarahi, dan mengetahui perbuatan orang-orang disekitarnya yang masih hidup.
- Lebih utama, ziarah dilakukan pada hari Jum'at, atau satu hari sebelum dan sesudahnya (Munjiyat, hlm. 186).
Dengan kondisi sebagaimana yang dikemukakan Ibn Qayyim tersebut, maka nampaklah dasar argumen dari mereka yang berziarah ke makam man usia shalih yang bertawassul (memakai lantaran) dengan mereka, karena memang hakekatnya mereka masih hidup di alam yang berbeda, mereka berakal dan tetap mendengar, menjawab sebagaimana layaknya ketika masih di dunia. Sebagaimana nampak dalam berbagai hadits riwayat Imam al-Su-yuthi, bahwa para Nabi masih tetap hidup di alam kubur tetap menjalankan aktifitas ibadah (Tanwir al-Halakfi Jawaz Ru'yat al-Nabiy wa al-Malak, hlm. 60-64). Sehingga tentu bahwa mereka yang dekat dengan Allah tetap dapat berbicara dan berdoa baiuk untuk dirinya maupun untuk orang lain.
Sumber Buku "Ritual & Tradisi Islam Jawa"
By Muhammad Sholikhin
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan pesan disini