• Sahadaqah yang memadamkan api murka Allah

    Rahasia Shadaqah

    Tatkala Allah menciptakan bumi, maka bumi bergerak-gerak. Kemudian Allah menciptakan gunung-gunung dan diletakkannya di atas bumi sehingga bumi menjadi tetap diam.
    Para malaikat kagum terhadap kekuatan gunung-gunung itu.
    Para malaikat bertanya: "Ya Tuhan, apakah dari makhluk Engkau ada yang lebih dahsyat dari gunung-gunung itu?”
    Tuhan menjawab, ”Ya ada, yaitu besi.”
    Malaikat bertanya lagi, "Ya Tuhan, apakah dari makhluk Engkau ada yang lebih dahsyat dari pada besi?"
    Tuhan pun menjawab lagi, "Ya ada, yaitu api.”
    Malikat lagi-lagi bertanya, ’’Ya Tuhan, apakah dari makhluk Engkau ada yang lebih dahsyat dari api?"
    TUhan menjawab, "Ya ada, yaitu air."
    Malaikat bertanya lagi, "Ya Tuhan, apakah dari makhluk Engkau ada yang lebih dahsyat dari air?”
    Tuhan, tanpa bosan, menjawabnya: ”Ya ada, yaitu angin."
    Kurang puas, malaikat masih bertanya lagi, "Ya Tuhan, apakah dari makhluk Engkau ada yang lebih dahsyat dari angin?”
    Dijawab pula oleh Tuhan; “Ya ada, yaitu anak turun Adam (manusia) yang memberikan shadaqah dengan tangan kanannya sedang dia menyembunyikannya atau merahasiakannya dari tangan kirinya, maka dia lebih dahsyat dari angin."
    Dan adalah shadaqah yang seperti tersebut di atas itu lebih dahsyat dari pada gunung-gunung, besi, api, air, dan angin. Apa rahasianya? Sebab, shadaqah sirri atau shadaqah yang dirahasiakan itu dapat memadamkan api murka Tuhan yang tidak ada sesuatu pun dapat menghadapinya.

    Firman Allah dalam Alquran menyatakan, "Dan apabila kamu sekalian merahasiakannya dan kamu berikan kepada para fakir, maka itu lebih baik bagimu."

    Itulah sebabnya orang-orang salaf (orang-orang dahulu) sangat merahasiakan shadaqah-nya dari khalayak ramai. Misalnya, mereka lebih senang menafkahkan sebagian rezekinya itu kepada orang-orang fakir miskin yang buta atau tatkala mereka sedang tidur, sehingga tidak diketahui bahwa mereka telah memberikan infaq dan shadaqah. Atau ada pula yang meletakkan hartanya di jalan-jalan yang dilewati si fakir-miskin agar mereka mengambilnya.

    Jadi dengan demikian, mengeluarkan harta di jalan Allah itu identik dengan sifat-sifat baik dalam diri manusia yang harus dilatih sejak awal. Orang yang demikian, biasanya selalu berhati-hati dan qana'ah atau menerima dengan syukur atas pemberian Allah.

    Jika menyadari akan batasnya, barangkali tidak akan menimpa pada Adam as dan Hawa saat berada di surga yang terkena bujuk rayu iblis agar menyentuh buah khuldi. Padahal, semua yang ada di surga boleh dinikmati oleh mereka berdua, kecuali buah khuldi tadi. Tapi, karena tidak tahan terhadap iming-iming iblis, maka akhimya mereka berdua melakukan dosa tamak alias rakus tadi.

    Proses perjalanan nafsu manusia:

    - dimulai dari nafsu amarah atau nafsu terendah,
    - lama kelamaan jika dilakukan dengan istiqamah akan meningkat ke tingkat nafsu berikutnya: nafsu lawwamah {nafsu yang mencela). Pada awainya, seseorang yang menempuh jalan ini terus berusaha melakukan perbaikan diri dengan memperbanyak mawas diri. Setelah diri merasa baik, tiba-tiba tergoda lagi dengan bujukan setan: gampang mencela orang lain karena menganggapnya masih jelek. Bahkan mencela dirinya sendiri. Tentu, karena awainya bermaksud berbuat baik, diharapkan perjalanan nafsu tadi tidak berhenti di situ, tetapi diteruskan.
    - Makin baik perjalanannya, maka pada terminologi tertentu dia akan mencapai tahap nafsu mulhimah (ilham, intuisi, ide-ide dan gagasan dari bisikan malaikat) yang isinya baik. Pada tingkatan ini, boleh dikatakan seseorang tadi sudah memasuki semi alam ghaib. Biasanya orang yang mendapatkan ilham atau intuisi ini melalui proses perenungan, kontemplasi, atau menyendiri. Bukankah Nabi Muhammad SAW sebelum diangkat menjadi Rasulullah juga melakukan tahanuts di Gua Hira selama puluhan tahun?
    - Dan, jika diteruskan dengan berbuat kebaikan yang makin halus dan lembut, harapannya akan mencapai nafsu keempat, yakni nafsu muthmainnah {jiwa yang tenang). Pada tingkatan nafsu ini, semuanya dianggap sama: baik maupun jelek. Sebab semuanya adalah ciptaan Allah. Diciptakannya yang baik, tentu membutuhkan yang jelek. Bisa disebut baik karena ada yang jelek. Bagaimana mungkin dikatakan orang baik jika tidak ada orang jelek di sekitarnya? Ibarat sebuah lukisan yang berwarna-warni, bisakah hanya dipilih yang berwarna putih tanpa menyenangi yang hitam? Itulah kehidupan, sesungguhnya tidak terlepas dari adanya yang baik dan jelek, dari yang putih dan yang hitam, dan seterusnya.

    Wallahu a’lam.

    dikutib dari Buku " Perdebatan Langit Dan Bumi "
    By Wawan Susetya
    Jika anda berminat, bisa membelinya di >>> http://www.republikapenerbit.com/
  • 0 komentar:

    Posting Komentar

    Silahkan tinggalkan pesan disini

    DAFTAR SEKARANG

    Pendaftaran Madrasah Aliyah Keagamaan Al-Itqon Patebon, Kendal Tahun Pelajaran 2023/2024 Daftar Sekarang, Kuota Terbatas.

    ALAMAT

    Kebonharjo RT 3 RW 2 Patebon Kendal Jawa Tengah

    EMAIL

    spmalitqon@gmail.com
    mak.alitqon@gmail.com

    TELEPON

    0813-1111-9337

    WHATSAPP

    0813-1111-9337