SIAPAKAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH ?
Ahlussunnah Wal
Jama’ah adalah golongan mayoritas umat Muhammad. Mereka adalah para sahabat dan
orang-orang yang mengikuti mereka dalam dasar-dasar aqidah. Merekalah yang
dimaksud oleh hadits Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam:
..فَمَنْ
أَرَادَ بُحْبُوْحَةَ الْجَنَّةَ فَلْيَلْزَمِ الْجَمَاعَةَ
Maknanya:
“…maka barang siapa yang menginginkan tempat lapang di surga hendaklah
berpegang teguh pada al Jama’ah; yakni berpegang teguh pada aqidah al Jama’ah”.
(Hadits ini dishahihkan oleh al Hakim, dan at-Tirmidzi mengatakan hadits hasan
shahih)
Setelah tahun
260 H menyebarlah bid’ah Mu’tazilah, Musyabbihah dan lainnya. Maka dua Imam
yang agung Abu al Hasan al Asy’ari (W 324 H) dan Abu Manshur al Maturidi (W 333
H) -semoga Allah meridlai keduanya- menjelaskan aqidah Ahlussunnah Wal
Jama’ah yang diyakini para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka,
dengan mengemukakan dalil-dalil naqli (nash-nash al Qur’an dan al hadits)
dan ‘aqli (argumen rasional) disertai dengan bantahan-bantahan terhadap
syubhah-syubhah (sesuatu yang dilontarkan untuk mengaburkan hal yang
sebenarnya) Mu’tazilah, Musyabbihah dan lainnya, sehingga Ahlussunnah Wal
Jama’ah dinisbatkan kepada keduanya.
Mereka
(Ahlussunnah) akhirnya dikenal dengan nama al Asy’ariyyun (para pengikut al Asy’ari)
dan al Maturidiyyun (para pengikut al Maturidi). Jalan yang ditempuh oleh al
Asy’ari dan al Maturidi dalam pokok-pokok aqidah adalah sama dan satu.
Al Hafizh
Murtadla az-Zabidi (W 1205 H) dalam al Ithaf juz II hlm. 6, mengatakan: “Pasal
Kedua: “Jika dikatakan Ahlussunnah Wal Jama’ah maka yang dimaksud adalah al
Asy’ariyyah dan al Maturidiyyah”. Mereka adalah ratusan juta ummat Islam
(golongan mayoritas). Mereka adalah para pengikut madzhab Syafi’i, para
pengikut madzhab Maliki, para pengikut madzab Hanafi dan orang-orang utama dari
madzhab Hanbali (Fudhala’ al Hanabilah). Sedangkan Rasulullah shallallahu
‘alayhi wasallam telah memberitahukan bahwa mayoritas ummatnya tidak akan
sesat. Alangkah beruntungnya orang yang senantiasa mengikuti mereka.
Maka diwajibkan
untuk penuh perhatian dan keseriusan dalam mengetahui aqidah al Firqah
an-Najiyah yang merupakan golongan mayoritas, karena ilmu aqidah adalah ilmu
yang paling mulia disebabkan ia menjelaskan pokok atau dasar agama. Rasulullah
shallalllahu ‘alayhi wasallam ditanya tentang sebaik-baik perbuatan, beliau
menjawab:
“إِيـْمَانٌ
بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ” (رواه البخاري(
Maknanya:
“Iman kepada Allah dan Rasul-Nya”. (H.R. al Bukhari)
Sama sekali
tidak mempunyai arti (berpengaruh), ketika golongan Musyabbihah mencela ilmu
ini dengan mengatakan “ilmu ini adalah ‘ilm al Kalam al Madzmum (ilmu kalam
yang dicela oleh salaf). Mereka tidak mengetahui bahwa ‘ilm al Kalam al Madzmum
adalah yang dikarang dan ditekuni oleh Mu’tazilah, Musyabbihah dan ahli-ahli
bid’ah semacam mereka.
Sedangkan ‘ilm
al Kalam al Mamduh (ilmu kalam yang terpuji) yang ditekuni oleh Ahlussunnah,
dasar-dasarnya sesungguhnya telah ada di kalangan para sahabat. Pembicaraan
dalam ilmu ini dengan membantah ahli bid’ah telah dimulai pada zaman para sahabat.
Sayyidina Ali -semoga
Allah meridlainya- membantah golongan Khawarij dengan hujjah-hujjahnya.
Beliau juga membungkam salah seorang pengikut ad-Dahriyyah (golongan yang
mengingkari adanya pencipta alam ini). Dengan hujjahnya pula, beliau
mengalahkan empat puluh orang Yahudi yang meyakini bahwa Allah adalah jism
(benda). Beliau juga membantah orang-orang Mu’tazilah. Ibnu Abbas -semoga
Allah meridlainya- juga berhasil membantah golongan Khawarij dengan
hujjah-hujjahnya. Ibnu Abbas, al Hasan ibn ‘Ali, ‘Abdullah ibn ‘Umar -semoga
Allah meridlai mereka semua- juga telah membantah kaum Mu’tazilah.
Dari kalangan
Tabi’in; al Imam al Hasan al Bishri, al Imam al Hasan ibn Muhammad Ibn al
Hanafiyyah cucu sayyidina ‘Ali, dan khalifah ‘Umar ibn Abd al ‘Aziz -semoga
Allah meridlai mereka- juga telah membantah kaum Mu’tazilah.
Dan masih banyak
lagi ulama-ulama salaf lainnya, terutama al Imam asy-Syafi’i -semoga Allah
meridlainya-, beliau sangat mumpuni dalam ilmu aqidah, demikian pula al
Imam Abu Hanifah, al Imam Malik dan al Imam Ahmad -semoga Allah meridlai
mereka- sebagaimana dituturkan oleh al Imam Abu Manshur al Baghdadi (W 429
H) dalam Ushul ad-Din, al Hafizh Abu al Qasim ibn ‘Asakir (W 571 H) dalam
Tabyin Kadzib al Muftari, al Imam az-Zarkasyi (W 794 H) dalam Tasynif al
Masami’ dan al ‘Allaamah al Bayadli (W 1098 H) dalam Isyarat al Maram dan
lain-lain.
Telah banyak
para ulama yang menulis kitab-kitab khusus mengenai penjelasan aqidah
Ahlussunnah Wal Jama’ah seperti Risalah al ‘Aqidah ath-Thahawiyyah karya al Imam
as-Salafi Abu Ja’far ath-Thahawi (W 321 H), kitab al ‘Aqidah an-Nasafiyyah
karangan al Imam ‘Umar an-Nasafi (W 537 H), al ‘Aqidah al Mursyidah karangan al
Imam Fakhr ad-Din ibn ‘Asakir (W 630 H), al ‘Aqidah ash-Shalahiyyah yang
ditulis oleh al Imam Muhammad ibn Hibatillah al Makki (W 599 H); beliau
menamakannya Hadaiq al Fushul wa Jawahir al Ushul, kemudian menghadiahkan
karyanya ini kepada sulthan Shalahuddin al Ayyubi (W 589 H) -semoga Allah
meridlainya-, beliau sangat tertarik dengan buku tersebut sehingga
memerintahkan untuk diajarkan sampai kepada anak-anak kecil di
madrasah-madrasah, sehingga buku tersebut kemudian dikenal dengan sebutan al
‘Aqidah ash-Shalahiyyah.
Sulthan
Shalahuddin adalah seorang ‘alim yang bermadzhab Syafi’i, mempunyai perhatian khusus
dalam menyebarkan al ‘Aqidah as-Sunniyyah. Beliau memerintahkan para muadzdzin
untuk mengumandangkan al ‘Aqidah as-Sunniyyah di waktu tasbih (sebelum adzan
Shubuh) pada setiap malam di Mesir, seluruh negara Syam (Syiria, Yordania,
Palestina dan Lebanon), Mekkah dan Madinah, sebagaimana dikemukakan oleh al
Hafizh as-Suyuthi (W 911 H) dalam al Wasa-il ila Musamarah al Awa-il dan
lainnya. Sebagaimana banyak terdapat buku-buku yang telah dikarang dalam
menjelaskan al ‘Aqidah as-Sunniyyah dan senantiasa penulisan itu terus
berlangsung.
dikutib dari Buku "Aqidah Ahlussunah wal Jama'ah"
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan pesan disini