Di madrasah, Gus Miek hanya sampai kelas pertengahan
Alfiyah. Kelas Alfiyah merupakan kelas hapalan yang terkenal rumit. Ada satu
kisah menarik di sini. Beberapa hari sebelum ujian hapalan Alfiyah.
Gus Miek mengajak Khoirudin berjalan-jalan keliling kota.
“Gus, besok saatnya setoran hapalan Alfiyah, apakah kamu sudah siap?” tanya Khoirudin ketika dalam
sebuah perjalanan.
“Aku sudah hapal. Lha kamu Mas Din?” Gus Miek
balik bertanya.
“Aku juga hapal,” jawab Khoirudin berbohong.
“Sekarang bermain saja, Mas Din. Urusan besok
gampang.”
Esok hari tiba. Saat setor hapalan dimulai,
semua murid dipanggil satu per satu. Khoirudin mendapat giliran lebih dahulu.
Khoirudin gugup bukan main karena dia belum hafal sampai seribu bait.
Khoirudin
melirik Gus Miek seolah menghendaki isyarat tertentu. Gus Miek menatapnya tajam
dan bibirnya berkomat- kamit, meski tak kedengaran.
Anehnya, tanpa sadar bibir
Khoirudin menirukan bibir Gus Miek hingga Alfiyah yang seribu baris itu dirampungkannya.
Sang guru tak
menyadari kejadian itu. Setelah ujian usai, Khoirudin berterima kasih kepada
Gus Miek atas bantuan jarak jauhnya itu. Dia dinyatakan lulus. Selanjutnya,
giliran Gus Miek, dan dia pun berhasil melampaui ujian itu dengan mengagumkan.
Memang, sejak kecil Gus Miek terbiasa selalu
bertanggung jawab terhadap kepentingan dan nasib orang-orang yang dekat
dengannya atau yang sering diajaknya bepergian, juga orang-orang yang pernah
membantunya.
Sebagaimana kisah Khoirudin di atas.
Oleh: KH. Hafidz, Jatinom, Blitar
Buku Perjalan dan Ajaran Gus Miek