Syaikh Abu Hafs (ra) berkata, “Sejak aku mencapai makrifat, tidak ada lagi kebenaran atau pun kebatilan yang memasuki hatiku.”
Ucapan Syaikh Abu Hafs (ra) ini tidak mudah
difahami. Mungkin sekali Syaikh Abu Hafs (ra) menunjukkan bahwa dalam
pandangan sufi, makrifat menjadikan si hamba kosong dari dirinya sendiri
karena dia dilimpahkan oleh dzikir kepada-Nya dan dengan demikian tidak
melihat apa pun selain Allah SWT, tidak pula dia berpaling kepada
selain Dia. Sebagaimana seorang yang berakal berpaling kepada hati dan
bagian-bagian bayangan dan ingatannya berkenaan dengan pikiran-pikiran
yang datang ke dalam benaknya atau keadaan-keeadaan yang ditemuinya,
maka sandaran sang arif adalah Tuhannya. Jika seseorang disibukkan
dengan Tuhannya semata, maka dia tidak akan berpaling kepada hatinya
sendiri. Lebih jauh, bagaimana mungkin masalah tersebut memasuki hati
seseorang yang tidak punya hati? Ada perbedaan antara orang yang hidup
dengan hatinya dan orang yang hidup dengan Tuhannya.
Syaikh Ahmad bin ‘Asim Al-Antaki (ra) berkata, “
Semakin orang mengenal Tuhan, semakin dia takut pada-Nya.” Salah seorang
sufi mengatakan, “Barangsiapa mengenal Allah SWT niscaya merasa sakit
akan wujudnya sendiri, dan bumi dengan keluasannya terasa sempit
baginya.” Dikatakan, “Barangsiapa mengenal Allah, maka penghidupan akan
menggembirakan baginya dan hidup menyenangkan; segala sesuatu gentar
kepadanya, dia sendiri tidak takut pada seuatu pun di antara
makhluk-makhluk Allah, dan dia menjadi akrab dengan Allah SWT.”
"Syeikh Abu Ali Ad-Daqqaq (ra) mengatakan, “Jika
seorang berdosa menangis, berarti dia telah membuka pintu komunikasi
dengan Allah SWT."
Terima kasih kepada:
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan pesan disini