Abuya Dimyati: Secarik Kertas yang
Menyejukkan
Abuya Dimyati Cidahu Banten (1925-2003 M.) saat masih menjadi
santri jika pergi ke pondok tidak pernah membawa bekal apapun kecuali sedikit
beras dan sebotol minyak kelentik (kelapa). Jika ada pengajian Abuya tidak
pernah membawa kitab seperti lazimnya santri yang lain, karena kitab pada waktu
itu masih sangat langka dan juga karena Abuya tidak memiliki cukup uang untuk
membelinya. Akan tetapi apabila Tubagus Abdul Halim
(guru beliau) mengajar santri, Abuya selalu hadir dan mengikuti dengan seksama
dan penuh takzhim.
Untuk memperdalam ilmunya, Abuya hanya mampu meminjam kitab
kepada temannya untuk dimuthola’ah (mengkaji dan mempelajari) sendiri. Dan hal
ini dilakukannya setiap malam di atas jam 00.00 WIB (tengah malam). Tatkala ada
suatu masalah atau kaidah atau mauizhah, maka ditulisnya di atas kertas yang
amat sederhana kemudian dihafalnya.
Untuk mendapatkan secarik kertas Abuya harus mencari di
tempat-tempat sampah. Jika didapatinya dalam keadaan kotor, maka kertas
tersebut dicuci dengan sangat hati-hati, karena takut robek.
Abuya pernah mengumpamakan kepada H. Muhammad
Murtadlo, putranya, apabila mendapatkan kertas sebesar dua tapak jari saja,
maka Abuya merasa sangat senang. Apalagi mendapatkan kertas sebesar amplop.
Oleh sebab itu Abuya sampai akhir hayat sangat rajin mengumpulkan kertas-kertas
sekecil apapun. Abuya tidak pernah membuang atau membakar sehelai kertas atau
amplop atau bungkus rokok sekalipun.
Apabila Abuya tidak melakukan muthola’ah pada waktu yang sama,
maka Abuya akan mengisi waktunya dengan taqarrub ila Allah (wirid/berzikir
sirri), baik sambil duduk di dalam kamar maupun sambil mengelilingi kamar-kamar
jika diserang rasa lelah dan kantuk. Sekaligus juga menikmati sunyinya malam. Sesuai
dengan ajaran tasawuf bahwa
بِقَدْرِ الكَدِّ تَكْتَسِبُ المَعَالِي
|
|
Hendaklah kamu dengan sepenuh
jiwa dapat menggapai kemuliaan
|
|
وَمَنْ طَلَبَ العُلَا سَهَرَ اللَّيَالِي
|
|
Dan barang siapa mengharap
kemuliaan, maka hendaklah ia bangun di tengah kesunyian malam
|
Sumber: Matan Kota Malang
Dari @islamsantun - @pesantrenstory
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan pesan disini