Pengurus Besar
Nadlaltul Ulama (PBNU) menerbitkan “Deklarasi Nahdlatul Ulama” dalam
International Summit of Moderate Islamic Leaders (Isomil) di Jakarta Convention
Center (JCC), Senayan, Jakarta, yang dihelat sejak Senin (9/5).
Deklarasi tersebut dibacakan
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, Selasa (10/9) sore, di hadapan para ulama
dari berbagai negara. Naskah deklarasi dirumuskan setelah PBNU menggelar
pertemuan terbatas dengan para ulama itu pada siang harinya.
Berikut naskah
lengkah “Deklarasi Nahdlatul Ulama” di ujung forum internasional yang mengusung
tema “Islam Nusantara, Inspirasi untuk Peradaban Dunia” ini:
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ
Nahdlatul Ulama
telah merampungkan munaadharah dalam “International Summit of Moderate Islamic
Leaders” (Isomil), “Muktamar Internasional Para Pemimpin Islam Moderat”, yang
diselenggarakan pada tanggal 9-11 Mei di Jakarta, Indonesia. Setelah
berkonsultasi dan berdikusi secara ekstensif bersama banyak ahli dari berbagai
bidang yang ikut serta dalam Muktamar ini, Nahdlatul Ulama berbulat hati
menyiarkan “Deklarasi Nahdlatul Ulama” sebagai berikut:
1. Nahdlatul Ulama menawarkan wawasan dan
pengalaman Islam Nusantara kepada dunia sebagai paradigma Islam yang layak
diteladani, bahwa agama menyumbang kepada peradaban dengan menghargai budaya
yang telah ada serta mengedepankan harmoni dan perdamaian.
2. Nahdlatul Ulama tidak bermaksud untuk
mengekspor Islam Nusantara ke kawasan lain di dunia, tapi sekadar mengajak
komunitas-komunitas Muslim lainnya untuk mengingat kembali keindahan dan
kedinamisan yang terbit dari pertemuan sejarah antara semangat dan
ajaran-ajaran Islam dengan realitas budaya-budaya lokal di seantero dunia, yang
telah melahirkan beragam peradaban-peradaban besar, sebagaimana di Nusantara.
3. Islam Nusantara bukanlah agama atau madzhab
baru melainkan sekadar pengejawantahan Islam yang secara alami berkembang di
tengah budaya Nusantara dan tidak bertentangan dengan syari’at Islam
sebagaimana dipahami, diajarkan dan diamalkan oleh kaum Ahlussunnah wal Jama’ah
di seluruh dunia.
4. Dalam cara pandang Islam Nusantara, tidak
ada pertentangan antara agama dan kebangsaan. Hubbul watan minal iman: “Cinta
tanah air adalah bagian dari iman.” Barangsiapa tidak memiliki kebangsaan,
tidak akan memiliki tanah air. Barangsiapa tidak memiliki tanah air, tidak akan
punya sejarah.
5. Dalam cara pandang Islam Nusantara, Islam
tidak menggalang pemeluk-pemeluknya untuk menaklukkan dunia, tapi mendorong
untuk terus-menerus berupaya menyempurnakan akhlaqul karimah, karena hanya
dengan cara itulah Islam dapat sungguh-sungguh mewujud sebagai rahmat bagi
semesta alam (Rahmatan lil ‘Alamin).
6. Islam Nusantara secara teguh mengikuti dan
menghidupkan ajaran-ajaran dan nilai-nilai Islam yang mendasar, termasuk
tawassuth (jalan tengah, yaitu jalan moderat), tawaazun (keseimbangan;
harmoni), tasaamuh (kelemah-lembutan dan kasih-sayang, bukan kekerasan dan
pemaksaan) dan i‘tidaal (keadilan).
7. Sebagai organisasi Ahlussunnah wal Jama’ah
terbesar di dunia, Nahdlatul Ulama berbagi keprihatinan yang dirasakan oleh
sebagian besar warga Muslim dan non-Muslim di seluruh dunia, tentang
merajalelanya ekstremisme agama, teror, konflik di Timur Tengah dan gelombang
pasang Islamofobia di Barat.
8. Nahdlatul Ulama menilai bahwa model-model
tertentu dalam penafsiran Islamlah yang merupakan faktor paling berpengaruh
terhadap penyebaran ekstremisme agama di kalangan umat Islam.
9. Selama beberapa
dekade ini, berbagai pemerintah negara di Timur Tengah telah mengeksploitasi
perbedaan-perbedaan keagamaan dan sejarah permusuhan di antara aliran-aliran
yang ada, tanpa mempertimbangkan akibat-akibatnya terhadap kemanusiaan secara
luas. Dengan cara mengembuskan perbedaan-perbedaan sektarian, negara-negara
tersebut memburu soft power (pengaruh opini) dan hard power (pengaruh politik,
ekonomi serta militer) dan mengekspor konflik mereka ke seluruh dunia.
Propaganda-propaganda sektarian tersebut dengan sengaja memupuk ekstremisme
agama dan mendorong penyebaran terorisme ke seluruh dunia.
10. Penyebaran
ektremisme agama dan terorisme ini secara langsung berperan menciptakan
gelombang pasang Islamofobia di kalangan non-Muslim.
11. Pemerintahan
negara-negara tertentu di Timur Tengah mendasarkan legitimasi politiknya
diambil justru dari tafsir-tafsir keagamaan yang mendasari dan menggerakkan
ekstremisme agama dan teror. Ancaman ekstremisme agama dan teror dapat diatasi
hanya jika pemerintahan-pemerintahan tersebut bersedia membuka diri dan
membangun sumber-sumber alternatif bagi legitimasi politik mereka.
12. Nahdlatul Ulama siap membantu dalam upaya ini.
13. Realitas
ketidakadilan ekonomi dan politik serta kemiskinan massal di dunia Islam turut
menyumbang pula terhadap berkembangnya ekstremisme agama dan terorisme.
Realitas tersebut senantiasa dijadikan bahan propaganda ekstremisme dan
terorisme, sebagai bagian dari alasan keberadaannya dan untuk memperkuat ilusi
masa depan yang dijanjikannya. Maka masalah ketidakadilan dan kemiskinan ini
tak dapat dipisahkan pula dari masalah ektremisme dan terorisme.
14. Walaupun
maraknya konflik yang meminta korban tak terhitung jumlahnya di Timur Tengah
seolah-olah tak dapat diselesaikan, kita tidak boleh memunggungi masalah
ataupun berlepas diri dari mereka yang menjadi korban. Nahdlatul Ulama mendesak
Pemerintah Indonesia untuk mengambil peran aktif dan konstruktif dalam mencari
jalan keluar bagi konflik multi-faset yang merajalela di Timur Tengah.
15. Nahdlatul Ulama
menyeru siapa saja yang memiliki iktikad baik dari semua agama dan kebangsaan
untuk bergabung dalam upaya membangun konsensus global untuk tidak
mempolitisasi Islam, dan memarjinalkan mereka yang hendak mengeksploitasi Islam
sedemikian rupa untuk menyakiti sesama.
16. Nahdlatul Ulama
akan berjuang untuk mengonsolidasikan kaum Ahlussunnah wal Jama’ah sedunia demi
memperjuangkan terwujudnya dunia di mana Islam dan kaum Muslimin
sungguh-sungguh menjadi pembawa kebaikan dan berkontribusi bagi kemaslahatan
seluruh umat manusia.
Jakarta,
10 Mei 2016
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
Prof. Dr. K.H.
Said Aqil Siroj, MA
Ketua Umum
|
Dr. Ir. Helmi
Faisal Zaini
Sekretaris
Jenderal
|
Dr. K.H. Ma’ruf
Amin
Rais ‘Aam
|
K.H. Yahya Cholil
Staquf
Katib ‘Aam
|
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan pesan disini