Segala Puji bagi Allah swt. Pengatur semesta alam.
Salawat serta salam semoga terlimpah kepada Nabi dan Rasul-Nya Muhammad saw., beserta keluarga dan segenap sahabatnya.
Dalam Islam terdapat dua perayaan, yakni Idul Adha dan Idul Fitri. Peringatan-peringatan lain seperti peringatan kelahiran Nabi saw. (maulid), tidak diharuskan namun juga tidak dilarang. Meskipun demikian, kita telah sampai pada suatu masa ketika terjadi banyak keberatan atas praktik peringatan hari kelahiran Nabi saw. Keberatan ini bersumber dari gerakan kaum Salafi yang pengikut-pengikutnya mencari-cari sesuatu yang mungkin dianggap meragukan oleh para ulama mereka, dan mereka menjadikannya sebagai alasan untuk mencela dan memburuk-burukkan keimanan kaum muslim yang lain. Kaum muslim kebanyakan diberi cap musyrik, kafir, atau ahli bidah semata-mata karena mereka menerima peringatan kelahiran Nabi saw., sebagaimana dipraktikkan para ulama selama lebih dari 1400 tabun.
Memperingati hari kelahiran Nabi saw. berarti merayakan Islam karena Nabi saw. merupakan simbol Islam. Imam Mutawalli al-Sya'rawi mengatakan:
Jika makhluk hidup bergembira atas kedatangannya (di bumi ini), segala benda tidak bernyawa senang dengan kelahirannya, seluruh tumbuhan dan binatang riang gembira atas kelahirannya, juga semua malaikat dan jin yang mukmin bersuka cita pada hari kelahirannya, mengapa kalian mencegah kami bergembira atas kelahirannya?
Pandangan Islam yang sebenarnya mengenai perayaan hari kelahiran Nabi saw. adalah kebolehan yang didasarkan atas khilaf, yaitu perbedaan pandangan di antara ulama, yang tidak dapat diubah oleh siapa pun menjadi larangan.
Teks berikut akan menyajikan fakta-fakta dan bukti-bukti yang berhubungan dengan maulid Nabi saw. sesuai dengan Alquran, sunah, dan ulama Islam.
Pertama, peringatan maulid Nabi saw. itu boleh. Berkumpul menyimak kisah perjalanan (sirah) beliau dan mendengarkan puji-pujian (tnadih) yang telah ditulis sebagai persembahan kepada beliau itu dapat diterima. Demikian pula dengan memberikan makanan kepada orang-orang dan membangkitkan kegembiraan umat pada kesempatan tersebut.
Kedua, perayaan maulid Nabi saw. tidak mesti dilakukan pada tanggai 12 Rabiul Awai, namun bisa dan semestinya dilakukan setiap hari dalam setiap bulan di setiap masjid, agar orang-orang merasakan cahaya Islam dan cahaya Syariat di lubuk hati mereka.
Ketiga, perkumpulan-perkumpulan maulid merupakan cara efektif dan efisien untuk mengajak orang-orang tertarik pada ajaran Islam, dan mendidik anak-anak. Pertemuan-pertemuan ini menyuguhkan kesempatan emas yang tidak boleh dilewatkan kepada setiap ulama dan dai untuk mengajari dan memperingatkan umat tentang Nabi mereka saw., tentang akhlaknya yang baik, caranya beribadah, dan caranya memperlakukan orang-orang. Ini adalah jalan untuk menanamkan rasa cinta pada anak-anak dan membuat mereka ingat pada Nabinya saw. melalui perayaan dan dengan memberi mereka makanan, minuman, dan hadiah-hadiah agar mereka gembira.
FATWA' DARI KANTOR PERWAKAFAN DUBAI:
HARUSKAH KITA MEMPERINGATI MAULID?
Sekarang, Banyak tulisan yang penuh dengan kebohongan dan kepalsuan yang dapat menyesatkan umat Islam sehingga berpandangan negatif mengenai maulid Nabi saw. yang sungguh mulia.
Tulisan-tulisan tersebut menyatakan bahwa merayakan maulid merupakan suatu tindakan bidah yang bertentangan dengan Islam. Ini sungguh jauh dari kebenaran. Karena itu, setiap orang yang dapat memberi penjelasan sudah sepatutnya membantu menerangkan duduk persoalan dan menepis keraguan menyangkut hari yang paling diberkati ini. Dengan niat sederhana inilah, saya mencoba menyuguhkan bukti-bukti yang mendukung keabsahan peringatan hari kelahiran Nabi saw. yang sangat kita cintai.
Nabi saw. bersabda, “Barang siapa yang menciptakan hal-hal baru menyangkut urusan (agama) kita, yang tidak bersumber darinya, maka akan ditolak." Beliau juga bersabda, “Hati-hatilah dengan bidah, karena setiap bidah (kull bid'ah) itu menyesatkan ”
Mereka yang menentang maulid selalu mengutip hadis ini dan berpandangan bahwa kata kull (setiap) berlaku secara umum, sehingga mencakup segala jenis bidah tanpa kecuali. Karena itu, memperingati maulid termasuk tindakan sesat. Dengan bersikeras mengatakan ini, mereka melontarkan tuduhan bidah kepada para ulama Islam. Urutan pertama dalam daftar nama yang mereka tuduh sebagai ahli bidah tentulah Sayidina 'Umar r,a. Mereka yang menentang maulid akan menanggapinya sebagai berikut, “Kami tidaklah memaksudkannya kepada para sahabat Nabi Muhammad saw,”
Itu berarti makna kull tidak dapat diterapkan dalam arti keseluruhan. Dengan demikian, meskipun Nabi saw. tidak pernah menganjurkan perayaan hari kelahirannya yang mulia itu, melakukannya sama sekali tidaklah termasuk bidah.
Karena setelah masa Nabi saw., banyak sekali tindakan dan praktik yang dilembagakan oleh para sahabat dekatnya yang tidak dianggap sebagai bidah. Berikut tersaji beberapa contoh.
Penghimpunan Alquran
Zayd ibn Tsabit r.a. menceritakan bahwa Nabi saw. meninggal dunia, sementara Alquran bertebaran di mana-mana dan belum dihimpun. Kemudian, ‘Umar r.a. mengusulkan kepada Abu Bakr r.a. untuk menghimpun Alquran dalam satu mushaf, karena sejumlah besar sahabat telah terbunuh dalam pertempuran di Yamamah. Abu Bakr r.a. bertanya-tanya, “Bagaimana mungkin kita melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Nabi saw.?” ‘Umar r.a. mengatakan, “Demi Allah, ini adalah perbuatan baik.” ‘Umar r.a. bersikeras meminta Abu Bakr r.a. agar melakukannya, sampai akhirnya Allah melapangkan dadanya dengan menyetujui ‘Umar r.a. dan menerima usulannya. Ia pun mengirim utusan kepada Zayd ibn Tsabit r.a. dan menugaskannya untuk menghimpun Alquran. Zayd r.a. berkata, “Demi Allah, seandainya mereka memintaku untuk memindahkan gunung, tugas itu tidak akan lebih berat bagiku daripada harus menghimpun Alquran.” Ia pun bertanya, “Bagaimana bisa engkau melakukan suatu perbuatan yang tidak dilakukan oleh Rasulullah saw.?” Abu Bakr r.a. berkata, “Ini baik. ‘Umar r.a. telah bolak-balik kepadaku sampai akhirnya Allah melapangkan dadaku untuk menyetujui urusan ini.” Hadis ini diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari.
Posisi Maqam Ibrahim a.s.
Al-Bayhaqi r.a. meriwayatkan dengan sanad yang kuat dari ‘A'isyah r,a., “Pada masa Rasulullah saw. dan Abu Bakr r.a., maqam (Ibrahim a.s.) menempel pada Baitullah, kemudian ‘Umar r.a. memundurkannya.” Hafiz Ibn Hajar berkata dalam al-Fath, “Para sahabat tidak ada yang menentang 'Umar r.a., juga orang-orang yang setelah mereka, sehingga hal tersebut menjadi suatu ijmak.” Dia jugalah orang yang pertama membangun cungkup (maqshurah) di atasnya yang masih ada sampai sekarang.
Azan Awal untuk Salat Jumat
Dalam Shahih al-BukhAri, al-Sayb ibn Yazid r.a. menceritakan, “Pada masa Rasulullah saw., Abu Bakr r.a., dan ‘Umar r.a., azan Jumat dilakukan tatkala imam telah duduk di atas mimbar. Pada masa ‘Utsman r.a., ia menambahkan azan ketiga (dianggap ketiga dalam kaitan dengan azan pertama dan iqamat, tetapi disebut yang pertama karena azan ini mendahului azan untuk salat Jumat).”
Salawat-Salawat kepada Nabi saw. yang Disusun dan Diajarkan oleh Sayidina ‘Ali r.a.
Salawat-salawat ini disebutkan oleh Sa'id ibn Manshtir dan Ibn Jarir dalam Tahdzib al-Atsar, dan Ibn Abi ‘Ashim dan Ya‘qub ibn Syaybah dalam AkhbAr 'Mi dan al-Thabrini dan yang lain dari Salamah al-Kindi.
Penambahan Bacaan dalam Tasyahud oleh Ibn Mas'tid r.a. Setelah “wa rahmat AllAh wa barakAtuhu (dan rahmat Allah dan berkah-Nya),” Ibn Mas‘0d r.a. biasanya mengucapkan, “al- salAm 'alayna min rabbinA (kedamaian semoga dilimpahkan dari Tuhan kepada kita)” Ini diriwayatkan oleh al-Thabrani dalam al-Kabir. Para perawinya dapat dipercaya sebagaimana disebutkan dalam Majma' al-ZawA’id.
Penambahan Bacaan dalam Tasyahud oleh ‘Abd Allah Ibn ‘Umar r.a.
‘Abd Allah ibn ‘Umar r.a. menambahkan basmalah pada awal bacaan tasyahud. Ia juga menambahkan dalam bacaan talbiah, kalimat “labbayka wa sadayka wa al-khayr bi yadayka wa al- raghba' ilayka wa al-'amal’.' Ini disebutkan dalam Shahih al- BukhAri , Shahih Muslim, dan sebagainya.
Itulah beberapa perkembangan yang dilembagakan oleh para sahabat Nabi saw., para ulama, dan tokoh umat yang dihormati, yang tidak ada pada masa Nabi saw. tetapi mereka anggap baik. Jika begitu, sesat dan berdosakah mereka itu karena bidah yang dilakukannya buruk?
By Syekh M. Hisyam Kabbani
© 1998, Syekh Muhammad Hisyam Kabbani
Diterjemahkan dari The Prophat: Commemorations, Visitation and His Knowledge of The Unseen: Encyclopedia of Islamic Doctrine, Vol. 3 (Paperback), karangan Syekh Muhammad Hisyam Kabbani terbitan As-Sunna Foundation. CA, 1998
Hak terjemahan Indonesia pada Serambi Dilarang memproduksi atau memperbanyak seluruh maupun sebagian dari buku ini dalam bentuk atau cara apa pun tanpa ijin tertulis dari penerbit
Penerjemah: A. Syomsu Rizal
Penyunting: Izza Rohman Nahrowi
Pewajah Isi: Nur Aly
Penyunting: Izza Rohman Nahrowi
Pewajah Isi: Nur Aly
PT SERAMBI IlMU SEMESTA
Anggoto IKAPI
Jln. Kemang Timur Raya No. 16, Jakarta 12730
www.serambi.co.id ; info@serambi co.id
Anggoto IKAPI
Jln. Kemang Timur Raya No. 16, Jakarta 12730
www.serambi.co.id ; info@serambi co.id
Cetakan I: Robiul Awal 1428 H/April 2007 M
dishare sebatas yang dipublikasikan pada books.google.co.id
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan pesan disini