Kisah Syekh Nazim QS bersama Kakeknya, Sultan Awliya Syekh Abdul Qadir Jailani QS
Sumber: Haqqani Indonesia
Khalwat pertama beliau atas perintah Syekh Abdullah ad-Daghestani QS pada tahun 1955 di Sueileh, Yordania. Beliau berkhalwat selama 6 bulan. Kekuatan dan kemurnian dalam setiap kehadiran beliau mampu menarik ribuan murid di Sueileh dan desa-desa sekitarnya, Ramta dan Amman menjadi penuh oleh murid-muridnya. Ulama, pejabat resmi dan banyak kalangan tertarik akan pencerahan dan kepribadian beliau.
Ketika baru mempunyai 2 orang anak, satu perempuan dan satu laki-laki, Syekh Nazim QS dipanggil oleh Grandsyekh Abdullah QS. “Aku menerima perintah dari Nabi SAW untukmu agar melakukan khalwat di masjid Abdul Qadir Jailani QS di Baghdad. Pergilah ke sana dan lakukan khalwat selama 6 bulan.”
Syekh Nazim QS bercerita mengenai peristiwa ini:
Aku tidak bertanya apa pun pada Grandsyekh. Aku bahkan tidak pulang ke rumah. Aku langsung melangkahkan kakiku menuju Marja, di dalam kotanya. Tidak pernah terlintas dalam benakku ‘aku butuh pakaian, uang atau makanan.’ Ketika beliau berkata ‘Pergilah!’ maka aku segera pergi. Aku memang ingin melakukan khalwat bersama Syekh Abdul Qadir Jailani QS.
Ketika sampai di kota, aku melihat seorang laki-laki yang sedang menatapku. Dia mengenalku. “Syekh Nazim QS, engkau mau kemana?“ “Ke Baghdad,” jawabku. Ternyata dia adalah murid Grandsyekh. “Aku juga mau ke sana.” Kami pun berangkat dengan naik truk yang penuh dengan muatan barang untuk dikirim ke Baghdad.
Ketika memasuki masjid Syekh Abdul Qadir Jailani QS, ada seorang laki-laki tinggi besar yang berdiri di pintu. Dia memanggilku, ”Syekh Nazim!” “Ya,” jawabku. “Aku ditunjuk untuk melayanimu selama tinggal di sini. Mari ikut denganku.” Sebenarnya aku terkejut akan hal ini, namun dalam Tarekat segala hal telah diatur dalam Kehendak Ilahi. Aku mengikutinya sampai ke makam sang Ghawts. Aku mengucapkan salam pada kakek buyutku, Syekh Abdul Qadir Jailani QS.
Sambil menunjukkan kamarku, orang itu mengatakan, ‘‘Setiap hari aku akan memberimu semangkuk sup dan sepotong roti.’’
Aku keluar dari kamar hanya untuk menunaikan salat 5 waktu saja. Aku mencapai sebuah maqam di mana aku mampu mengkhatamkan al-Qur’an dalam waktu 9 jam. Setiap harinya aku membaca La ilaha ill-Allah 124.000 kali dan shalawat 124.000 kali, ditambah membaca seluruh Dalail al-Khayrat, dan membaca 313.000 kali Allah, Allah dan seluruh ibadah yang dibebankan padaku. ‘Pengelihatan-pengelihatan spiritual’ mulai bermunculan mengantarku dari satu maqam ke maqam lain sampai akhirnya aku menjadi fana’ dalam Hadirat Allah.
Suatu hari aku mendapat pengelihatan bahwa Syekh Abdul Qadir Jailani QS memanggilku menuju makamnya. Kata beliau, ‘Wahai cucuku, aku sedang menunggumu di makamku, datanglah!” Aku bergegas mandi, salat 2 rakaat dan berjalan menuju makam beliau yang hanya beberapa langkah dari kamarku. Sesampainya di sana, aku mulai melakukan muraqaba. “As-salam alayka ya jaddi’ (semoga kedamaian tercurah padamu, wahai kakekku).“ Segera aku melihat beliau keluar dari makam dan berdiri di sampingku. Di belakang beliau ada sebuah singgasana indah yang dihiasi batu-batu mulia. Kata beliau, “Mendekat dan duduklah bersamaku di singgasana itu.”
Kami duduk layaknya seorang kakek dan cucunya. Beliau tersenyum dan mengatakan, “Aku bahagia denganmu, Nazim Effendi. Maqam Syekhmu, Abdullah al-Faiz ad-Daghestani QS amat tinggi dalam Tarekat Naqsybandi. Aku ini kakekmu. Sekarang aku turunkan padamu, langsung dariku, kekuatan yang dipegang oleh Ghawts. Aku bay’at dirimu dalam Tarekat Qadiriah sekarang.”
Kemudian Grandsyekh nampak di hadapanku, Nabi SAW pun hadir, juga Syah Naqsyband QS. Syekh Abdul Qadir Jailani QS berdiri memberi hormat pada Nabi SAW beserta para Syekh yang hadir, aku pun melakukannya.
Beliau berkata,
‘Ya Nabi, ya Rasulullah, aku adalah kakek dari cucuku ini. Aku bahagia dengan kemajuannya dalam Tarekat Naqsybandi dan aku ingin menambahkan Tarekat Naqsybandi pada maqamku.‘
Nabi SAW tersenyum dan melihat pada Syah Naqsyband QS, selanjutnya Syah Naqsyband QS melihat pada Grandsyekh Abdullah QS. Inilah adab pimpinan yang baik, karena Syekh Abdullah QS yang masih hidup pada saat itu. Grandsyekh menerima rahasia Tarekat Naqsybandi yang diterima beliau dari Syah Naqsyband QS melalui silsilah Nabi SAW, dari Abu Bakar ash-Shiddiq RA, agar ditambahkan pada maqam Syekh Abdul Qadir Jailani RA.
Ketika Syekh Nazim QS merampungkan khalwatnya, dan akan segera meninggalkan makam kakeknya dan mengucapkan salam perpisahan. Syekh Abdul Qadir Jailani QS muncul dan memperbarui bay’at Syekh Nazim QS dalam Tarekat Qadiriah. Kata Kakeknya, “Cucuku, aku akan memberimu kenang-kenangan karena telah berkunjung ke sini.” Beliau memeluk Syekh Nazim QS dan memberinya 10 buah koin yang merupakan mata uang pada zaman beliau hidup. Koin itu masih disimpan oleh Syekh Nazim QS sampai sekarang.
Sebelum pergi, Syekh Nazim QS memberi tanda kenangan berupa jubah pada Syekh yang telah melayani beliau selama khalwat di sana. “Aku memakai jubah ini selama berkhalwat, sebagai alas tidurku, dan juga saat salat dan zikir. Simpanlah, Allah SWT beserta Nabi SAW akan memberkatimu.” Syekh itu mengambil jubah, menciumnya dan memakainya. Syekh Nazim QS meninggalkan Baghdad dan kembali ke Damaskus, Suriah.
Pada tahun 1992, ketika Syekh Nazim QS mengunjungi Lahore, Pakistan; beliau berziarah ke makam Syekh Ali Hujwiri QS. Lalu salah seorang Syekh dari Tarekat Qadiriah mengundang beliau ke rumahnya. Syekh Nazim QS menginap di sana. Setelah Salat Fajar, tuan rumah itu mengatakan:
‘Wahai Syekh, aku memintamu menginap malam ini untuk menunjukkan padamu sebuah jubah berharga yang kami warisi sejak 27 tahun yang lalu. Diwariskan dari seorang Syekh besar dalam Tarekat Qadiriah dari Baghdad sampai akhirnya berada di tangan kami. Semua Syekh kami menyimpan dan menjaganya karena dulunya ini adalah jubah pribadi dari ‘Ghawts’ pada masa itu.
Seorang Syekh Turki dari Tarekat Naqsybandi berkhalwat di masjid dan makam Syekh Abdul Qadir Jailani QS. Setelah selesai, beliau memberikan jubah ini sebagai hadiah karena sudah melayaninya selama khalwat. Syekh Qadiriah pemegang jubah ini mengatakan pada penerusnya ketika akan meninggal agar menjaganya, karena siapa pun yang mengenakan jubah itu, segala penyakitnya akan sembuh. Setiap murid yang mengenakan jubah ini dalam perjalanannya menuju Hadirat Ilahi akan mudah terangkat ke tingkat kasyf.’
Ia membuka lemari dan memperlihatkan sebuah jubah yang disimpan di kotak kaca. Ia keluarkan jubah itu. Syekh Nazim QS tersenyum melihatnya. Syekh Qadiriah itu bertanya pada Syekh Nazim QS, ”Apakah sebenarnya ini, Syekh?“
Syekh Nazim QS menjawab, “Ini membuatku bahagia. Jubah ini aku berikan pada Syekh Tarekat Qadiriah saat aku selesai khalwat.”
Ketika mendengar hal ini, Syekh itu mencium tangan Syekh Nazim QS dan meminta bay’at dalam Tarekat Naqsybandi.
Dikutip dari buku THE NAQSHBANDI SUFI WAY, History and Guidebook of the Saints of the Golden Chain. Oleh Shaykh Muhammad Hisham Kabbani
Khalwat pertama beliau atas perintah Syekh Abdullah ad-Daghestani QS pada tahun 1955 di Sueileh, Yordania. Beliau berkhalwat selama 6 bulan. Kekuatan dan kemurnian dalam setiap kehadiran beliau mampu menarik ribuan murid di Sueileh dan desa-desa sekitarnya, Ramta dan Amman menjadi penuh oleh murid-muridnya. Ulama, pejabat resmi dan banyak kalangan tertarik akan pencerahan dan kepribadian beliau.
Ketika baru mempunyai 2 orang anak, satu perempuan dan satu laki-laki, Syekh Nazim QS dipanggil oleh Grandsyekh Abdullah QS. “Aku menerima perintah dari Nabi SAW untukmu agar melakukan khalwat di masjid Abdul Qadir Jailani QS di Baghdad. Pergilah ke sana dan lakukan khalwat selama 6 bulan.”
Syekh Nazim QS bercerita mengenai peristiwa ini:
Aku tidak bertanya apa pun pada Grandsyekh. Aku bahkan tidak pulang ke rumah. Aku langsung melangkahkan kakiku menuju Marja, di dalam kotanya. Tidak pernah terlintas dalam benakku ‘aku butuh pakaian, uang atau makanan.’ Ketika beliau berkata ‘Pergilah!’ maka aku segera pergi. Aku memang ingin melakukan khalwat bersama Syekh Abdul Qadir Jailani QS.
Ketika sampai di kota, aku melihat seorang laki-laki yang sedang menatapku. Dia mengenalku. “Syekh Nazim QS, engkau mau kemana?“ “Ke Baghdad,” jawabku. Ternyata dia adalah murid Grandsyekh. “Aku juga mau ke sana.” Kami pun berangkat dengan naik truk yang penuh dengan muatan barang untuk dikirim ke Baghdad.
Ketika memasuki masjid Syekh Abdul Qadir Jailani QS, ada seorang laki-laki tinggi besar yang berdiri di pintu. Dia memanggilku, ”Syekh Nazim!” “Ya,” jawabku. “Aku ditunjuk untuk melayanimu selama tinggal di sini. Mari ikut denganku.” Sebenarnya aku terkejut akan hal ini, namun dalam Tarekat segala hal telah diatur dalam Kehendak Ilahi. Aku mengikutinya sampai ke makam sang Ghawts. Aku mengucapkan salam pada kakek buyutku, Syekh Abdul Qadir Jailani QS.
Sambil menunjukkan kamarku, orang itu mengatakan, ‘‘Setiap hari aku akan memberimu semangkuk sup dan sepotong roti.’’
Aku keluar dari kamar hanya untuk menunaikan salat 5 waktu saja. Aku mencapai sebuah maqam di mana aku mampu mengkhatamkan al-Qur’an dalam waktu 9 jam. Setiap harinya aku membaca La ilaha ill-Allah 124.000 kali dan shalawat 124.000 kali, ditambah membaca seluruh Dalail al-Khayrat, dan membaca 313.000 kali Allah, Allah dan seluruh ibadah yang dibebankan padaku. ‘Pengelihatan-pengelihatan
Suatu hari aku mendapat pengelihatan bahwa Syekh Abdul Qadir Jailani QS memanggilku menuju makamnya. Kata beliau, ‘Wahai cucuku, aku sedang menunggumu di makamku, datanglah!” Aku bergegas mandi, salat 2 rakaat dan berjalan menuju makam beliau yang hanya beberapa langkah dari kamarku. Sesampainya di sana, aku mulai melakukan muraqaba. “As-salam alayka ya jaddi’ (semoga kedamaian tercurah padamu, wahai kakekku).“ Segera aku melihat beliau keluar dari makam dan berdiri di sampingku. Di belakang beliau ada sebuah singgasana indah yang dihiasi batu-batu mulia. Kata beliau, “Mendekat dan duduklah bersamaku di singgasana itu.”
Kami duduk layaknya seorang kakek dan cucunya. Beliau tersenyum dan mengatakan, “Aku bahagia denganmu, Nazim Effendi. Maqam Syekhmu, Abdullah al-Faiz ad-Daghestani QS amat tinggi dalam Tarekat Naqsybandi. Aku ini kakekmu. Sekarang aku turunkan padamu, langsung dariku, kekuatan yang dipegang oleh Ghawts. Aku bay’at dirimu dalam Tarekat Qadiriah sekarang.”
Kemudian Grandsyekh nampak di hadapanku, Nabi SAW pun hadir, juga Syah Naqsyband QS. Syekh Abdul Qadir Jailani QS berdiri memberi hormat pada Nabi SAW beserta para Syekh yang hadir, aku pun melakukannya.
Beliau berkata,
‘Ya Nabi, ya Rasulullah, aku adalah kakek dari cucuku ini. Aku bahagia dengan kemajuannya dalam Tarekat Naqsybandi dan aku ingin menambahkan Tarekat Naqsybandi pada maqamku.‘
Nabi SAW tersenyum dan melihat pada Syah Naqsyband QS, selanjutnya Syah Naqsyband QS melihat pada Grandsyekh Abdullah QS. Inilah adab pimpinan yang baik, karena Syekh Abdullah QS yang masih hidup pada saat itu. Grandsyekh menerima rahasia Tarekat Naqsybandi yang diterima beliau dari Syah Naqsyband QS melalui silsilah Nabi SAW, dari Abu Bakar ash-Shiddiq RA, agar ditambahkan pada maqam Syekh Abdul Qadir Jailani RA.
Ketika Syekh Nazim QS merampungkan khalwatnya, dan akan segera meninggalkan makam kakeknya dan mengucapkan salam perpisahan. Syekh Abdul Qadir Jailani QS muncul dan memperbarui bay’at Syekh Nazim QS dalam Tarekat Qadiriah. Kata Kakeknya, “Cucuku, aku akan memberimu kenang-kenangan karena telah berkunjung ke sini.” Beliau memeluk Syekh Nazim QS dan memberinya 10 buah koin yang merupakan mata uang pada zaman beliau hidup. Koin itu masih disimpan oleh Syekh Nazim QS sampai sekarang.
Sebelum pergi, Syekh Nazim QS memberi tanda kenangan berupa jubah pada Syekh yang telah melayani beliau selama khalwat di sana. “Aku memakai jubah ini selama berkhalwat, sebagai alas tidurku, dan juga saat salat dan zikir. Simpanlah, Allah SWT beserta Nabi SAW akan memberkatimu.” Syekh itu mengambil jubah, menciumnya dan memakainya. Syekh Nazim QS meninggalkan Baghdad dan kembali ke Damaskus, Suriah.
Pada tahun 1992, ketika Syekh Nazim QS mengunjungi Lahore, Pakistan; beliau berziarah ke makam Syekh Ali Hujwiri QS. Lalu salah seorang Syekh dari Tarekat Qadiriah mengundang beliau ke rumahnya. Syekh Nazim QS menginap di sana. Setelah Salat Fajar, tuan rumah itu mengatakan:
‘Wahai Syekh, aku memintamu menginap malam ini untuk menunjukkan padamu sebuah jubah berharga yang kami warisi sejak 27 tahun yang lalu. Diwariskan dari seorang Syekh besar dalam Tarekat Qadiriah dari Baghdad sampai akhirnya berada di tangan kami. Semua Syekh kami menyimpan dan menjaganya karena dulunya ini adalah jubah pribadi dari ‘Ghawts’ pada masa itu.
Seorang Syekh Turki dari Tarekat Naqsybandi berkhalwat di masjid dan makam Syekh Abdul Qadir Jailani QS. Setelah selesai, beliau memberikan jubah ini sebagai hadiah karena sudah melayaninya selama khalwat. Syekh Qadiriah pemegang jubah ini mengatakan pada penerusnya ketika akan meninggal agar menjaganya, karena siapa pun yang mengenakan jubah itu, segala penyakitnya akan sembuh. Setiap murid yang mengenakan jubah ini dalam perjalanannya menuju Hadirat Ilahi akan mudah terangkat ke tingkat kasyf.’
Ia membuka lemari dan memperlihatkan sebuah jubah yang disimpan di kotak kaca. Ia keluarkan jubah itu. Syekh Nazim QS tersenyum melihatnya. Syekh Qadiriah itu bertanya pada Syekh Nazim QS, ”Apakah sebenarnya ini, Syekh?“
Syekh Nazim QS menjawab, “Ini membuatku bahagia. Jubah ini aku berikan pada Syekh Tarekat Qadiriah saat aku selesai khalwat.”
Ketika mendengar hal ini, Syekh itu mencium tangan Syekh Nazim QS dan meminta bay’at dalam Tarekat Naqsybandi.
Dikutip dari buku THE NAQSHBANDI SUFI WAY, History and Guidebook of the Saints of the Golden Chain. Oleh Shaykh Muhammad Hisham Kabbani
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan pesan disini