Mbah Mad adalah salah seorang kiai yang cukup disegani
banyak kalangan lintas golongan, para ulama dan pejabat. Sejak kecil,
ia dikenal memiliki ilmu yang tidak dimiliki para kiai pada umumnya.
Salah seorang putra (alm) KH Ahmad Abdul
Haq Dalhar (Mbah Mad), KH Agus Aly Qayshar, menceritakan, bahwa salah
satu kelebihan Mbah Mad yang dimiliki sejak kecil adalah mengetahui
makam para wali yang sebelumnya tidak diketahui oleh masyarakat sekitar.
Yang pada awalnya, makam seseorang itu dianggap biasa oleh masyarakat,
justru Mbah Mad memberi tahu kalau itu makam seorang wali. Kelebihan ini
merupakan warisan dari abahnya, Mbah Dalhar.
Mbah Mad adalah seorang ulama yang cukup berpengaruh, terutama di
wilayah Magelang. Di mata para kiai dan umatnya, kharisma Mbah Mad
sangat tinggi, di samping karena salah seorang kiai sepuh di kalangan
warga NU saat itu.
Sebelum wafat, ia menjadi pengasuh keempat Pondok Pesantren
Darussalam Watucongol, Gunungpring, Muntilan, Magelang, Jawa Tengah.
Pesantren ini didirikan oleh kakek buyutnya yakni Kiai Abdurrauf bin
Hasan Tuqa, pada tahun 1820. Pesantren ini juga pernah ditempati
Muktamar NU ke-14, pada tahun 1939.
Silsilah Keturunan
Bulan kelahiran Mbah Mad belum diketahui secara pasti. Hanya yang
pasti ia lahir pada hari Ahad Kliwon, sekitar tahun 1928. Ayahnya adalah
Kiai Dalhar (Mbah Dalhar) yang merupakan kiai kharismatik sekaligus waliyullah.
Kiai Abdurrauf adalah salah seorang senapati perang Pangeran
Diponegoro. Nasab Kiai Hasan Tuqa sendiri sampai kepada Sunan Amangkurat
Mas atau Amangkurat III. Karena itu, sebagai keturunan raja Kiai Hasan
Tuqa juga memiliki nama sebutan lain, yaitu Raden Bagus Kemuning.
Tempat Doa Restu Pejabat
Mbah Mad dikenal sebagai tokoh spiritual yang cukup disegani hampir
semua kalangan, dari masyarakat bawah hingga ulama dan tokoh nasional
lainnya karena kharisma dan kewalian yang dipercayai masyarakat.
Bahkan, ia sering disowani seseorang yang akan maju menjadi pejabat.
Mereka biasanya sowan dulu ke Mbah Mad untuk minta doa restu. Bukan
hanya itu, tokoh-tokoh nasional dan pejabat negara juga sering
berkunjung untuk meminta nasihat kepadanya. Tercatat misalnya, KH
Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati, Jusuf Kalla, Wiranto, Akbar
Tanjung dan tokoh-tokoh lainnya tercatat pernah bersilaturrahim ke Mbah
Mad. Susilo Bambang Yudhoyono semasa masih aktif dinas di kemiliteran
dengan pangkat kapten juga pernah datang kepada Mbah Mad.
Mbah Mad merupakan sosok kiai yang memiliki sikap yang luwes.
Pergaulannya cukup luas, tanpa memandang perbedaan agama, aliran dan
perbedaan lainnya. Wajar jika ia pernah dipercaya menjadi Ketua
Paguyuban Umat Beragama Kabupaten Magelang yang anggotanya adalah dari
kalangan pemuka lintas agama.
Abah Dalhar, abahnya Mbah Mad, dikenal sebagai mursyid Thariqah
Assyadziliyyah. Sebelum wafat, Mbah Dalhar menurunkan ijazah
kemursyidannya kepada Mbah Mad, di samping kepada Kiai Iskandar Salatiga
dan KH Dimyati Banten.
Mbah Mad memiliki sedikitnya tiga ribu jamaah yang tersebar di
berbagai daerah khususnya di wilayah eks-Karesidenan Kedu (Kota
Magelang, Kabupaten Magelang, Temanggung, Wonosobo, Purworejo, dan
Kebumen).
Berjuang Tak Mengenal Waktu
Mbah Mad tidak sekadar menyampaikan ajaran agama dan ibadah, tetapi
juga olah jiwa terutama kepada putra-putri serta para santrinya.
Meninggalkan tidur malam adalah juga bagian dari riyadah Mbah Mad. Dituturkan Gus Ali – Panggilan KH Agus Aly Qayshar – salah satu riyadah yang dijalankan Mbah Mad adalah melek malam. Di samping itu, ia sangat tekun melakukan ziarah ke beberapa makan auliya dan ulama. Riyadah melekan ini ia jalani sejak kecil hingga menjelang wafat.
Ia juga dikenal memiliki kelebihan dari sisi ilmu dibanding kiai pada
umumnya. Misalnya, ia bisa mengetahui makam para wali yang sebelumnya
tidak diketahui orang sekitar. Bahkan kelebihan ini terlihat sejak dia
kecil.
Mbah Mad juga diyakini memiliki ilmu laduni. Pasalnya, ia
tidak pernah mondok. Meski pernah mondok di Pesantren Al-Wahdah Lasem
yang saat itu diasuh KH Baidlawi, namun, ia hanya bertahan tidak lebih
dari seminggu. “Abah lebih banyak berguru langsung ke pada abahnya
sendiri,” terang Gus Ali.
Sepanjang perjalanan hidupnya dipergunakan untuk menyampaikan
pesan-pesan agama kepada umat. Dalam mengemban tugas mulia mengajarkan
ajaran-ajaran syar’i. Mbal1 Mad seolah tidak mengenal tempat, waktu,
situasi, dan kondisi. Bahkan di tempat yang sukar dilalui kendaraan, ia
tetap bersedia dengan berjalan kaki.
Menurut Gus Ali. Mbah Mad sering berpesan kepada putra-putrinya agar
selalu menghormati tamu, tidak meremehkan pejabat, serta menyapa kepada
semua siapa pun tanpa melihat status sosial maupun agamanya.
Mbah Mad memiliki tiga istri yakni Hajah Jamilah (almarhum), Hajah
Istianah (almarhum). dan Hajah Khafshah. Dari pernikahannya, dia
dikaruniai 9 anak. yang dua di antaranya sudah meninggal dunia. Cucunya
ada 32 orang dan 10 cicit.
Mbah Mad menghembuskan nafas terakhirnya dalam usia 82 tahun di Rumah
Sakit Harapan Kota Magelang, pagi sekitar pukul 05.50 WIB, Kamis, 8
Juli 2010 lalu. Deliau dimakamkan dipemakaman yang tidak jauh dari komplek Pondok Pesantren "Darussalam" Watucongol Muntilan Magelang
Hadir dalam acara pemberangkatan jenazah di antaranya KH Maimun
Zubair dari Sarang, KH Hamid Baidlawi (Rembang), Drs H Lukman Saifuddin
Zuhri (Wakil Ketua MPR RI), Bupati Magelang Ir H Singgih Sanyoto, Bupati
Wonosobo, Walikota Magelang, Ketua DPRD Kabupaten dan Kota Magelang,
serta para kiai lainnya.
Judul Asli: “KH Ahmad Abdul Haq Dalhar: Hikmah Ziarah ke Makam Auliya”
Sumber: Rubrik Uswah Majalah Aula, Desember 2010
Link: http://mediaaula.blogspot.com/
Sumber: Rubrik Uswah Majalah Aula, Desember 2010
Link: http://mediaaula.blogspot.com/